Rabu, 17 Juni 2009

BAB II
PENDEKATAN MASALAH



2.1 Landasan Teori
Pengertian peranan berasal dari kata peran yang memiliki arti yang banyak tergantung pada konotasi yang digunakan. Menurut Suhardono (1999:3) makna kata peran dapat dijelaskan lewat berbagai cara, yaitu :
a. Sesuatu penjelasan histori menyebutkan konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama/teater yang hidup subur pada zaman Yunani kuno/Romawi. Dalam arti ini peran menunjuk pada karakteristik yang disandang untuk di bawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas drama.
b. Suatu penjelasan yang menunjukkan pada konotasi ilmu sosial, mengartikan peran sebagai suatu fungsi yan di bawakan seseorang ketika menduduki usatu karakteristik (posisi) dalam strruktur sosial.
c. Suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional menyebutkan bahwa suatu peran akan memenuhi keberadaanya jika berada dalam kaitan posisional yang menyertakan dua perilaku peran yang komplementer.
Membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini pelaku peran harus patuh pada norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah.
Suhardono dalam buku Teori, Peran, Konsep, Definisi dan implikasinya (1994:10) mengatakan bahwa sebenarnya istilah peran sudah dengan sendirinya diperlakukan secara perspektif (sebagai patokan) artinya menunjukkan pada perilaku yang menunjukkan keharusan (oughtness, shouldness) untuk dibawakan. Patokan yang dianut secara tak kasat mata (covert) disebut sebagai norma sedangkan yang di anut secara kasat mata adalah tuntutan (demand).
Definisi kata peran banyak yang menimbulkan silang pendapat di antara para pakar, namun makna definisi yang paling disepakati adalah peran merupakan seperangkat patokan yang membatasi perilaku apa yang mesti dilakukan seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu.
Menurut Poerwadarminta dalam kamus bahasa Indonesia (1991:753), peranan adalah segala sesuatu yang menjadi bagian/ memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya segala sesuatu hal/peristiwa.
Soekanto (1990:269) menyatakan bahwa peranan mencakup tiga hal, yaitu :
1. Peranan mencakup norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan ini merupakan rangkaian dalam peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu sebagai masyarakat dan organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dari struktur sosial.

Berbicara tentang peranan secara implisit berarti kita berbicara tentang tugas dan fungsi. Ditinjau dari makna etimologinya, tugas merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan fungsi adalah merupakan jabatan atau kedudukan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu. Jadi jelas antara tugas dan fungsi mempunyai hubungan yang erat.
Peranan DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah pada hakekatnya berkenaan dengan masalah hubungan antara badan tersebut dengan anggota masyarakat yang diwakilinya. Seperti yang dikatakan Kligneman dan kawan-kawan (terjemahan Sigit Jatmika, 2001:1), Bawa wakil-wakil dipilih mewakili rakyatnya untuk bertindak demi tujuan rakyatnya. Dengan kata lain, bahwa dituntut unuk melakukan apa yang dikehendaki oleh rakyat.
Fungsi dan tugas utama dari DPRD sebagai badan yang melaksanakan proses legislatif adalah membuat peraturan perundang-undangan. Pada tingkat daerah, peraturan perundangan-undangan yang dibuat berupa Peraturan Daerah.
Dengan demikan maka peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau status seseorang apabila seseorang tersebut melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukannya maka ia telah menjalankan suatu peranan

2.2 Landasan Norma dan Kebijakan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.Faried Ali (1997:140) mengartikan Legislatif sebagai pembuat peraturan perundang-undangan.
Adapun tugas dan wewenang DPRD sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 42 ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; 
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; 
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; dan
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Adapun hak DPRD menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 43 ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Interpelasi;
b. Angket; dan
c. Menyatakan pendapat.
Adapun hak dari anggota DPRD itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal (44) adalah sebagai berikut :
a. Mengajukan rancangan Perda;
b. Mengajukan pertanyaan;
c. Menyampaikan usul dan pendapat;
d. Memilih dan dipilih;
e. Membela diri;
f. Imunitas;
g. Protokoler;
h. Keuangan dan administratif
Disamping hak-hak yang dimiliki oleh DPRD, sebagai Badan Legislatif Daerah yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah, DPRD juga mempunyai kewajiban-kewajiban. Adapun kewajiban-kewajiban tersebut sebagaiman tertulis pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 45 adalah sebagai berikut :
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
g. Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya.
h. Menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD; dan
i. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
 
Mengenai Usaha anggota Badan Legistatif (wakil rakyat) untuk menegakkan keserasian antara kepentingan anggota masyarakat yang diwakilinya dengan kepentingan berbagai ketompok dan tembaga baik di tingkat nasional maupun di tingkat Daerah, menurut Arbi Sanit (1985:205) ada empat faktor :
1. Integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota Badan Legislatif;
2. Pola hubungan anggota badan tersebut dengan anggota masyarakat yang mereka wakiii yang tercermin di dalarn system perwakilan yang berlaku;
3. Struktur organisasi Badan Legislatif yang merupakan kerangk format bagi kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat;
4. Hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara Badan legislatif dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya sebagai unit-unit pemerintahan di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan tembaga-tembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi hirarkinya.

UU No. 32 Tahun 2004 pasal 40 ayat (1), menyatakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur peyelengaran pemerintahan daerah yang merupakan landasan yuridis bagi DPRD dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai Badan Legislatif Daerah. Menurut Wasistiono (2001:54) dilihat dari segi etimologis, kata legislatif berasal dari kata "to legislate", yang berarti mengatur atau membuat undang-undang. Dengan demikian fungsi utama badan legislatif adalah adalah membuat peraturan perundang-undangan. Sedangkan kata eksekutif berasal dari kata "to execute' yang artinya menjalankan, melaksanakan atau melakukan.
Pelaksanaan dari fungsi legislasi, DPRD dapat menggunakan hak-hak dan fungsi-fungsinya seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 (UU No. 22 Tahun 2003) tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu penggunaan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat serta fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Dengan dijalankannnya hak-hak dan fungsi-fungsi DPRD, maka kebijakan-kebijakan pemerintah di daerah akan lebih mencerminkan kehendak rakyatnya. Tetapi dalam prakteknya fungsi DPRD tidak berialan sebagaimana mestinya, sebab hak inisiatif relatif tidak pernah dilaksanakan.
Dilihat dari struktur pemerintahan menurut UU No. 5 Tahun 1974 sangat membatasi penggunaan hak prakarsa atau hak inisiatif oleh DPRD, sebab dengan diterapkannya peran ganda Gubemur Kepala Daerah Tingkat 1, Walikota Madya dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang dalam prakteknya lebih menonjolkan perannya sebagai Kepala Wilayah, maka sebagai konsekuensinya DPRD kurang memiliki kesempatan untuk memainkan perannya sebagai legislator dalam merumuskan Peraturan Daerah. Pada sisi yang lain begitu kecilnya kekuasaan yang dimiliki Dewan dalarn fungsi legislasi ini, antara lain terlibat dari pengesahan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Pusat, membuat anggota DPRD merasa canggung untuk menerima atau menolak suat rancangan Peraturan Daerah dan mekanisme ini juga memberikan kesan bahwa anggota Dewan tidak menjalankan fungsi yang seharusnya.
Pernyataan yang dikemukakan di atas menggambarkan kedudukan Kepala Daerah yang begitu kuat di satu phak dan melemahnya peran DPRD dilain pihak. Sebagaimana yang ditemukan dalam pasal-pasal UU No. 5 Tahun 1974, bila dibandingkan dengan UU No. 22 Tahun 1999 telepas dari kelemahan yang ada maka sangat sulit untuk mengingkari bahwa UU No. 22 Tahun 1999 merupakan produk hukum yang berhasil di bangun pada awal bergulirnya roda reformasi di Indonesia dan telah direvisi kembali karena banyak terdapat kelemahan – kelemahan sehingga terlahirnya UU No. 32 Tahun 2004.
Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dari ketiga fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 
1. Fungsi Legislasi
Sebagai Badan Legislatif, DPRD mempunyai fungsi membuat peraturan perundang-undangan di daerah, melalui fungsi ini DPRD mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat. Fungsi ini dapat dilihat pada hak-hak yang dimiliki berupa hak mengajukan rancangan Peraturan Daerah, hak mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah, serta hak menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD serta kebijakan Daerah lainnya. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam menjalankan fungsinya ini, DPRD melakukan bersama dengan Kepala Daerah (sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 40).
2. Fungsi Anggaran
Fungsi ini diwujudkan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh DPRD yaitu bersama dengan Kepala Daerah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta pelaksanaan hak DPRD dalam menentukan Anggaran DPRD. Menurut Pamudji dalam Budiardjo dan Ambong (1995:121-122) mengatakan bahwa :
"Hak anggaran memberi kewenangan Kepada DPRD untuk ikut menetapkan atau merumuskan kabijaksanaan daerah dalam menyusun APBD, perubahan APBD atau perhitungan APBD. Pembahasan anggaran pada tahap pertama dilakukan oleh Panitia Anggaran untuk dipelajari. Pendapat dan pandangan Panitia Anggaran diserahkan kepada Komisi-komisi untuk dibahas. Selain rapat Komisi, diadakan rapat fraksi untuk membahas rencana anggaran dari aspek politiknya. Pada pembahasan itu anggota DPRD dapat mengambil sikap menerima atau mengamandemen bagian-bagian tertentu dalam APBD”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa DPRD turut berperan dalam penetapan RAPBD, mulai dari proses perumusan rancangan naskah APBD, perubahan APBD dan perhitungan APBD.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan oleh DPRD tercermin didalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 42 ayat (1) huruf c, yang intinya adalah bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lain, pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah, pelaksanaan APBD, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembanunan dan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut DPRD dibekali dengan hak meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah, hak mengadakan penyelidikan dan hak mengajukan pernyataan pendapat.
Solihin (2001:116) memberikan beberapa pengertian tentang pengawasan yaitu :
1 . Pengawasan atas penyelengaraan Pemerintah Daerah yaitu Proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah terhadap Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya.
3. Pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
4. Pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
5. Pengawasan yaitu pengawasan berdasarkan pengawasan represif yang berdasarkan supremasi hukum, untuk memberi kebebasan pada daerah otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
Secara sederhana dapat dikatakan DPRD merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, peran sebagai Lembaga formal tempat masyarakat menyalurkan aspirasi dan pikiran-pikirannya untuk mengembangkan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Aspirasi dan pikiran-pikiran itu baik yang disampaikan secara langsung oleh masyarakat maupun yang diperoleh melalui penggalian sendiri yang kemudian dirumuskan sebagai pedoman yang akan disampaikan kepada Pemerintah Daerah untuk dilaksanakan, kemudian dengan berpedoman pada aspirasi masyarakat yang telah dirumuskan, DPRD melakukan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Daerah, dan ini merupakan implementasi dari DPRD sebagai mitra kerja dari Pemerintah Daerah.
Peranan DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah pada hakekatnya berkenaan dengan masalah hubungan antar badan tersebut dengan anggota masyarakat yang diwakilinya. Seperti yang dikatakan Klingneman dan kawan-kawan (terjemahan Sigit Jatmika, 2001:1), bahwa wakil-wakil rakyat dipilih mewakili rakyatnya untuk bertindak demi tujuan rakyatnya. Dengan kata lain, bahwa mereka dituntut untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh rakyat.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 40 ayat 1 menegaskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur peyelengaran pemerintahan daerah.yang artinya DPRD mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,dimana kedudukan DPRD sejajar dengan Kepala Daerah.






2.3 Definisi Konsep

Kebijakan pemerintah daerah adalah berupa peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Peraturan daerah merupakan kebijakan umum pada tingkat daerah yang diambil oleh pihak eksekutif dan pihak legislatif sebagai asas pelaksanaan desentralisasi dalam rangka usaha mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
Salah satu ukuran Kinerja DPRD adalah didasarkan atas berapa banyak peratutran daerah yang disahkannya sesuai dengan kepentingan daerah.
Menurut Modeong (2001:54), “Peraturan daerah diartikan sebgai instrumen hukum yang bermaksud memedomani dan mengarahkan perubahan peradaban yang lebih maju dan demokratis serta mampu mengaktualisasikan perinsip-prinsip yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara tepat”.
Kebijakan pemerintah dan DPRD dalam hal membuat, merancang dan menetapkan peraturan daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.Setiap pembahasan suatu rancangan peraturan daerah pasti melibatkan hamper semua naggota DPRD dan memutar roda mekanisme kegiatan DPRD.Berikut ini ketentuan perundangan mengenai Peraturan daerah atau keputusan kepala derah :
a. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undanganb atau peraturan daerah yang lebih tingaggi tingkatnya.
b. Mengatur sesuatu hal yang yelah diatur dalam peraturan perundang-undanganb atau peraturan daerah yang lebih tingaggi tingkatnya.
c. Mengatur semua sesuatu hal yang termasuk urusan rumah tangga daerah otonom tingkat bawahnya.

Dari pengertian tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban, serta fungsi DPRD tersebut di atas, memungkinkan munculnya implikasi dari sisi peranan DPRD dalam Pembahasan Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah merupakan alat atau pengikat untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan. Peraturan Daerah juga dapat menunjukkan ukuran berhasil atau tidaknya Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, karena dengan Peraturan Daerah dapat dilihat masalah-masalah yang telah dan akan dipecahkan.
Peranan DPRD dalam Pembahasan Peraturan Daerah merupakan kebutuhan yang harus segera diupayakan. Peranan tersebut sangat tergantung dari tingkat kemampuan anggota DPRD, maka salah satu upaya yang dilakukan dapat diidentikkan dengan upaya peningkatan kualitas anggota DPRD, begitu pula halnya dengan anggota DPRD Kota Jambi. Salah satu hasil dari peningkatan kualitas anggota DPRD Kota Jambi dapat diukur dari seberapa besar peranan DPRD Kota Jambi dalam Pembahasan Peraturan Daerah di Kota Jambi.

2.4 Definisi Operasional

 Sasaran pokok dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan DPRD dalam pembuatan Perda dan mencari model yang paling memungkinkan atas dasar karesteristik dari temuan penelitian.Variabel yang diamati yaitu : 
(1) Kualitas Anggota DPRD Kota Jambi 
a. Latar Belakang Pekerjaan
b. Tingkat Pendidikan
c. Peranan Partai Politik
d. Kemampuan DPRD dalam Pembuatan Perda
• Tata cara pembuatan Perda
• Teknik Perundang-undangan
• Mekanisme Pembuatan Perda

2) Faktor-faktor yang menghambat dalam pembuatan Perda
a. Latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda
b. Tingkat pendidikan yang belum memadai
c. Penguasaan teknik perundang-undangan 
d. Keterbatasan Anggaran
e. Kurang berperannya Partai Politik dalam menyiapkan kader-kadernya
3) Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat dalam pembuatan Perda
a. Kualitas Sumber Daya Manusia
b. Mengalokasikan anggaran
c. mengadakan Studi Banding
d. Kerjasama dengan pihak Eksekutif 




DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ali, Faried, 1997, Hukum Tata Pemerintahan Dan Proses Legislatif Di Indonesia, RajaGrafindo, Jakarta.
________,1997, Metodologi Penelitian Sosial dalam Bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan, RajaGrafindo, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Azhar Ipong S, 1997, Benarkah DPRD Mandul, Bigraf Publishing, Yogyakarta.
Budiardjo, Miriam dan Ambong, Ibrahim, 1995, Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Guruh, Syahda LS, 2000, Menimbang Otonomi Vs Federal, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Kaho, Yosep R,1997, Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Lapera (TIM), 2001, Otonomi Pemberian Negara, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.
Nazir, Mohammad, 1999, Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta.
Pakpahan, Muchtar,1994, DPR RI Semasa Orde Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Rusidi, 1993, Pedoman Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah, UPT Penerbitan IKOPIN, Sumedang.
Sanit, Arbi, 1985, Perwakilan Politik Di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta.
Sarundajang, 2001, Pemerintahan Daerah Di Berbagai Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
__________, 2001, Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Siagian, Sondang P, 1990, Teori dan Tekhnik Pengambilan Keputusan, CV. Haji Mas Agung, Jakarta.
Sigit, Soehardi, 2001, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen, BPFE UST, Yogyakarta.
Soetopo, 1999, Pelayanan Prima, LAN, Jakarta.
Sugiyono,1999, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.
Suradinata, Ermaya, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Ramadhan, Bandung.
Syaukani, dkk, 2003, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 2003, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1, Rineke Cipta, Jakarta.
Wasistiono, Sadu, 2001, Essensi UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Alqaprint, Jatinangor.
Widodo, Joko, 2001, Good Governance, Insan Cendekia, Surabaya.
Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta.
Yudoyono, Bambang, 2001, Otonomi Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Keputusan Presiden Nomor 76 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I (Provinsi), Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan rakyat Daerah Tingkat I, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II dalam Pemilihan Umum Tahun1999. 
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD.

C. Makalah-makalah

Chalid, Andi A, 2001, Pandangan Empirik Mengenai Hubungan Legislatif-Eksekutif Di Daerah Kabupaten, Makalah, Jatinangor.
Kantaprawira, Rusadi, 2001, Perbandingan Legislatif dan Eksekutif di Beberapa Negara, Makalah, Jatinangor.
Wasistiono, Sadu, 2001, Membangun Hubungan Kerja Antara Badan Eksekutif Daerah Dengan Badan Legislatif Daerah, Makalah, Jatinangor.
Yousa, Amri, 2002, Mengukur dan Mengevaluasi Kinerja Organisasi Pemerintah (Desain Model dan Penerapan Pada Kecamatan), Makalah, Jatinangor.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkreasi lah......