Rabu, 17 Juni 2009

peranan musyawarah

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Fokus Penelitian

Peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah saat ini salah satunya adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini menyinggung penyelenggaraan pemerintahan terendah yang ada di daerah yakni Pemerintahan Desa.
Berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah untuk mencari bentuk pemerintahan yang ideal dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hal ini terlihat dari pencanangan dan pelaksanaan beberapa peraturan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dan terakhir Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta berbagai Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan Undang-Undang di maksud.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 menjelaskan bahwa Pemerintahan terendah yang langsung berhubungan dengan masyarakat adalah Pemerintah Desa dan Kelurahan. Penyelenggaraan pemerintahannya secara lebih dalam diatur dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979. Hal ini berlaku secara seragam diseluruh Indonesia.  
Otonomi daerah merupakan suatu bentuk respon dari pemerintah atas berbagai tuntutan masyarakat terhadap perubahan tatanan penyelenggaraan pemerintahan negara. Kondisi ini merupakan suatu dinamika proses demokratisasi dalam suatu negara, proses demokratisasi yang sedang berjalan dengan sendirinya akan menuntut perubahan dalam konsep dan praktek paradigma pelayanan pemerintah kepada masyarakat dari pendekatan paternalistik kepada responsifitas yaitu keselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. 
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah memberikan suatu kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang ini telah menggeser paradigma pemerintahan dan mempertegas peranan pemerintahan daerah dalam pelaksanaan local democracy, sehingga proses dinamika perubahan daerah ke depan akan dipengaruhi oleh kebijakan daerah dan partisipasi masyarakatnya.
Perubahan (amandemen) kedua Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 B menegaskan :
1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau yang bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang. 
 
Uraian di atas memberi penjelasan secara eksplisit bahwa Desa yang telah berlaku seragam di seluruh Indonesia dapat dikembalikan bentuknya dan kewenangannya sesuai dengan asal usul “Desa”. Dengan demikian nomenklatur pemerintahan terendah akan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Pemerintahan desa adat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat heterogen. Namun demikian, secara substansial tingkat ketaatan, loyalitas dan kepatuhan masyarakat kepada pimpinan lokal dalam mempertahankan identitas sosialnya sangat tinggi.
Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu Daerah yang berada di wilayah Indonesia. Sebelum terjadinya penyeragaman nama pemerintah terendah menjadi Desa, melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, di Sumatera Barat, Desa dikenal dengan nama Nagari. Layaknya pemerintah terendah lainnya, Nagari mempunyai arti, wilayah, kedudukan serta kewenangan yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
Sejak diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten-Kabupaten tentang Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat, maka Otonomi Daerah akan lebih menjadi nyata yang didukung oleh otonomi Nagari.
Pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara profesional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan mengutamakan aspek demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah.
Menguatnya semangat keberagaman ditandai dengan kemunculan bentuk-bentuk pemerintahan asli yang digali dari identitas kultur daerah setempat sebagai pengganti model penyeragaman bentuk pemerintahan desa di Jawa. Bukti empiris yang mulai terlihat adalah dihidupkannya kembali pemerintahan asli seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja serta Desa Pakraman di Bali.
Untuk mengaplikasikan hal tersebut, pemerintah Provinsi Sumatera Barat membentuk pemerintahan nagari sesuai dengan Visi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat,yaitu “Kembali ke Nagari Dengan Semangat Otonomi Menuju Globalisasi”.
Hal ini sesuai dengan pengertian Otonomi Daerah yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 1 huruf (h), yang menjelaskan bahwa :
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  
Keberadaan Nagari sendiri di Sumatera Barat mengalami pasang surut yang disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Sebelum “ Desa “ ditetapkan sebagai pengganti nagari, Pemerintahan Nagari diatur dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Sumatera Barat Nomor 155/GSB/1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari dalam Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Pasal 1 ayat (1) Surat Keputusan tersebut menjelaskan bahwa : “Nagari adalah kesatuan Masyarakat Hukum di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, yang merupakan pemerintahan dasar dari Negara Republik Indonesia, yang tertentu batas-batas wilayahnya, mempunyai harta benda sendiri, berhak mengatur rumah tangganya dan memilih penguasanya”.
Dari pengertian dan uraian di atas, secara implisit dapat diketahui bahwa tugas pokok dan kewenangan Nagari adalah :
1) Mengurus harta benda (harta pusaka)
2) Menyelenggarakan pemerintahan, menjaga dan melestarikan adat istiadat.
3) Memilih pemimpin Nagari.
Namun secara terinci, dalam pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa Pemerintah Nagari berkewajiban :
1) Melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum,
2) Membina keamanan dan ketertiban umum,
3) Mempertinggi taraf hidup rakyat, meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat,
4) Meningkatkan kecerdasan rakyat dan memelihara nilai-nilai keagamaan, kebudayaan dan kesenian,
5) Melaksanakan dan membina kehidupan demokrasi dalam seluruh tata hidup masyarakat,
6) Memelihara harta benda Nagari dan meningkatkan penghasilannya, serta menggali dan mengembangkan sumber-sumber kekayaan Nagari,
7) Melaksanakan peraturan perundangan dan tugas-tugas Pemerintah Tingkat atas yang pelaksanaannya diserahkan pada Nagari, dan
8) Menyelenggarakan hal-hal lainnya untuk kepentingan dan kemajuan Nagari serta penduduk Nagari.  

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 pasal 5, bahwa kedudukan pemerintahan Nagari dalam sistem pemerintahan Negara adalah;
1) Pemerintahan Nagari merupakan satuan Pemerintahan Otonom yang diakui dan berada dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Pemerintahan Nagari adalah proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di Nagari sebagai unit terdepan dalam pelayanan pemerintahan dan pembangunan, guna mendorong dan mewujudkan tumbuh dan berkembangnya kemandirian masyarakat. 

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari di Provinsi Sumatera Barat, menegaskan bahwa pengertian Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari himpunan beberapa suku tertentu, mempunyai harta kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan memilih pemimpin pemerintahannya sendiri.
Pengembalian bentuk dan susunan Pemerintahan Desa kepada bentuk dan susunan Pemerintahan Nagari bertujuan untuk :
1) Menciptakan sistem Pemerintahan yang otonom, demokrasi, akseptabel dan memiliki legitimasi masyarakat.
2) Menciptakan organisasi pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan-pelayanan secara maksimal kepada masyarakat.
3) Menciptakan mekanisme pemerintahan yang mampu memberdayakan masyarakat dalam segala aspek kehidupan.
4) Menata kembali potensi sumber daya alam dan manusia untuk dapat dikembangkan secara terpadu dalam rangka membina pola kemitraan dengan pihak lain. 
Pengembalian bentuk dan susunan Pemerintahan Desa kepada bentuk dan susunan Pemerintahan Nagari bukan dalam pengertian historis, yaitu kembali untuk ke Nagari sebanyak 543 Nagari. Sasaran pengembalian kepada Nagari bersifat konseptual yaitu dalam arti kata :
1) Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang juga menyelenggarakan urusan pemerintahan.
2) Nagari sebagai sentra ekonomi dan produksi, sentra pengembangan sosial budaya, adat dan pariwisata, sentra penegakkan hukum dan keamanan yang mantap.
3) Nagari sebagai satuan wilayah pembangunan pedesaan.
Oleh sebab itu jumlah Nagari yang akan diwujudkan tidak mutlak berjumlah 543 Nagari melainkan sekitar 800 sampai 1.100 Nagari. Perimbangan jumlah akan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain asal usul Nagari, pengembangan pemukiman Anak Nagari, pertumbuhan pemukiman-pemukiman baru di kawasan transmigrasi dan daerah-daerah pengembangan lainnya. 
Keberadaan Nagari di Sumatera Barat pada era otonomi daerah ini membawa dampak positif terhadap perkembangan masyarakat, hal ini sejalan dengan berfungsinya kembali lembaga-lembaga adat serta unsur-unsur masyarakat adat Minangkabau yang berperan dalam pembinaan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau dikenal sebuah pepatah yang berbunyi “Adat Salingka Nagari”. Maksudnya bahwa nilai-nilai adat tersebut terdapat di sebuah Nagari. Jadi apabila Nagari hilang, maka secara otomatis nilai-nilai adat pun akan pudar, secara bertahap akan hilang sama sekali.
Dalam dasar pertimbangan keluarnya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 dijelaskan bahwa kembalinya sistem pemerintahan Nagari dipandang efektif guna menciptakan ketahanan agama dan budaya berdasarkan tradisi dan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat yang demokratis dan aspiratif, serta dalam rangka tercapainya kemandirian, peran serta dan kreatifitas masyarakat, yang selama ini hal tersebut dipinggirkan dan diabaikan, serta menata kembali pemerintahan Nagari berdasarkan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Al-Qur’an), yang artinya adat berlandaskan agama dan agama berlandaskan Al-Quran, sehingga tidak adanya pemisahan antara kehidupan adat dengan kehidupan agama.
Dalam era otonomi daerah ini pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak akan berjalan sebagaimana yang diinginkan atau tidak akan mencapai suatu hasil yang optimal apabila tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu berbagai cara telah atau akan ditempuh oleh pemerintah dalam hal ini pemerintahan nagari untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
Seiring dengan dijadikannya Pemerintahan Nagari sebagai pemerintahan terendah, Pemerintah Kabupaten Agam secara logis melihat bahwa penegasan tugas dan fungsi yang dimiliki oleh Pemerintah Nagari akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat yang berada di Nagari maupun yang berada di perantauan agar mau membantu dalam menarik partisipasi masyarakat untuk mensukseskan pembangunan di tingkat Nagari. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Pemerintah Kabupaten Agam antara lain berinisiatif membentuk Majelis Musyawarah Adat dan Syarak sebagai suatu badan pertimbangan di tingkat Pemerintahan Nagari.
Dengan demikian keberadaan lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam ruang lingkup penyelenggaraan Pemerintahan Nagari mempunyai posisi yang penting dan berperan terhadap keseimbangan jalannya Pemerintahan Nagari. 


Dengan pertimbangan tersebut, maka penulis memilih judul “PERANAN MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK NAGARI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NAGARI DI NAGARI LUBUAK BASUANG KABUPATEN AGAM”.
Berdasarkan judul penelitian yang penulis tetapkan, maka penulis menetapkan fokus penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimanakah keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari?
2) Bagaimanakah pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari?
3) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak?

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang hendak dicapai dalam melaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari Lubuak Basuang di Kabupaten Agam, sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) untuk menggambarkan keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak,
2) untuk menggambarkan dan menganalisis pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari,  
3) untuk menggambarkan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi yang diemban oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak. 



1.2.2. Kegunaan Penelitian
1) Kegunaan Teoritis 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmiah tentang pemberdayaan lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak khususnya dalam membantu memberikan pertimbangan kepada Wali Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN).
2) Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis sebagai bekal dalam bertugas nanti serta memberikan sumbang pikiran kepada masyarakat umum dan aparatur pemerintahan dalam kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan dengan pendekatan adat dan budaya masyarakat setempat. 



















BAB II
PENDEKATAN MASALAH



2.1 Peranan

Untuk memahami apa yang penulis uraikan dalam Laporan Akhir ini, penulis akan memberikan beberapa pengertian dan definisi peranan dari para ahli.
Guna mendapatkan gambaran jelas tentang peranan maka dalam hal ini akan diberikan beberapa pengertian peranan dari para ahli : 
Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Bahasa Indonesia (1991:753), Peranan adalah “sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa “.
Menurut Soerjono Soekanto (1999:237), bahwa yang dimaksud dengan peranan (role) adalah merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Yaitu apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut merupakan peranan.
Soekanto (1985:4), mengatakan bahwa Peranan adalah hak dan kewajiban yang bersifat sukarela walaupun tidak terlalu mudah untuk menetapkan apakah secara substansial peranan merupakan hak dan kewajiban, oleh karena itu dipergunakan istilah authority atau auto power bagi kedudukan informal.
Menurut Koentjoroningrat (1991:119), Peranan adalah merupakan segala cara perilaku individu atau kelompok untuk memenuhi kewajiban dan dengan demikian merupakan aspek yang dinamis dari status, cara-cara perilaku tersebut disebut Peranan.
Suhardono dalam bukunya Teori Peran, Konsep Devirasi dan Implikasinya (1994:10), mengatakan bahwa :
Sebenarnya istilah peran sudah dengan sendirinya diperlakukan secara perspektif (sebagai patokan), artinya menunjuk pada perilaku yang mengandung keharusan (oughtness, shouldness) untuk dibawakan. Patokan yang dianut secara tak kasat mata (convert) disebut sebagai norma, sedang yang dianut secara kasat mata adalah tuntutan (demand).

Dengan demikian, Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai proses. Jadi tepatnya dapat dikatakan bahwa peranan adalah seperangkat harapan yang diinginkan dari individu atau kelompok agar melakukan sesuatu yang hasilnya dirasakan berguna bagi kepentingan bersama.
Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa untuk dapat memainkan peranannya, maka seseorang terlebih dahulu harus dikaitkan dengan fungsi dari statusnya.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar (1999 : 269), menyebutkan bahwa Peranan paling sedikit mencakup tiga hal yaitu:
a. Peranan yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang didalam masyarakat. Peranan dalam artian merupakan rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang mengatur dan membimbing seseorang dalam masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilaksanakan oleh individu dalam masyarakat.
c. Peranan juga dapat diartikan perilaku individu yang penting bagi struktur masyarakat

Dalam kaitannya dengan lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga pertimbangan dalam nagari, kata “peranan” mempunyai arti bahwa Majelis Musyawarah Adat dan Syarak menjadi suatu bagian dalam kehidupan masyarakat yang diharapkan dapat menjadikan tempat meminta masukan serta saran bagi pemerintahan nagari maupun masyarakat nagari dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari yang sesuai dengan falsafah Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

2.2 Majelis Musyawarah Adat dan Syarak (MAMAS)

Dalam rangka menjaga dan memelihara penerapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sebagai suatu landasan filosofi kehidupan di Nagari, dibentuk Majelis Musyawarah Adat dan Syarak (MAMAS) Nagari yang keanggotaannya terdiri dari utusan Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang dan Generasi Muda yang tumbuh dan berkembang di Nagari. 
Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari dapat melaksanakan musyawarah dengan melibatkan komponen yang ada dalam masyarakat. Majelis musyawarah Adat dan Syarak Nagari mempunyai tugas dan fungsi memberikan pertimbangan kepada Pemerintahan Nagari supaya tetap menjaga dan memelihara “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah “ di Nagari.
Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud diatas diberikan oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari baik diminta atau tidak diminta oleh Pemerintah Nagari.
Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada yang diatas dirumuskan di dalam rapat Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari. Anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari adalah terdiri dari Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang dan komponen masyarakat lainnya yang tumbuh dan berkembang dalam Nagari. Adapun jumlah anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari sebanyak banyaknya 17 orang.
Tata cara dan penentuan anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari ditentukan atau dipilih oleh Wali Nagari dan BPRN. Keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari dikukuhkan dengan Keputusan Bupati atas usul Wali Nagari dari hasil kesepakatan Wali Nagari dengan BPRN (Badan Perwakilan Rakyat Nagari). Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari ditetapkan oleh Wali Nagari dan BPRN.
Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu oleh Wakil Ketua dan Sekretaris. Sebelum terpilihnya Ketua dan Wakil Ketua serta Sekretaris, rapat dipimpin oleh anggota yang tertua dan termuda usianya. Ketua dan Wakil Ketua dan Sekretaris sebagaimana yang dimaksud diatas dipilih dari dan oleh Anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari.
Dalam menjalankan rapat Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari membuat tata tertib. Anggota dan Pimpinan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari tidak dibenarkan merangkap jabatan sebagai Wali Nagari, Perangkat Nagari dan Anggota BPRN. Masa keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari adalah 5 (lima) tahun, terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah dan berakhir bersama-sama pada saat anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari yang baru mengucapkan sumpah. Tata cara pengambilan sumpah serta bunyi sumpah ditentukan oleh Wali Nagari bersama Badan Perwakilan Rakyat Nagari.

2.3 Pemerintahan Nagari

Nagari merupakan salah satu daerah istimewa disamping daerah istimewa lainnya, keistimewaan ini muncul dari sejarah pembentukan dan sistem pemerintahan yang berlaku pada masa Kerajaan Pagaruyung, keistimewaannya adalah karena nagari pada zaman dulu dipimpin oleh penghulu yang diakui kharismanya ditengah-tengah masyarakat sehingga sistem pemerintahan dilakukan dengan sistem demokrasi yang sangat tinggi, sehingga banyak para peneliti yang mengatakan bahwa nagari-nagari di Minangkabau adalah merupakan republik-republik kecil. Alfiandri (1995:3).
De Rooy (1889) mengemukakan tentang kerajaan Minangkabau yang kemudian dirumuskan kembali oleh Nurdin Yakub (1995: 36) sebagai berikut:
Nagari tidak ada hubungan satu sama lain dan bebas sama sekali. Juga bebas membuat pertauran-peraturan dan bebas menjalankannya, tetapi lembaga-lembaga itu tetap berlaku untuk semua. Nagari-nagari dipimpin oleh penghulu-penghulu secara demokratis berdasarkan kata mufakat merupakan republik-republik kecil. Rakyat sangat setia pada adat dan tradisi. Untuk melaksanakan pesta-pesta yang beradat (baralek gadang) “indak kayu janjang dikapiang, indak ameh bangka diasah”.
 
Dari ungkapan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Nagari adalah kesatuan teritorial dan pemerintahan yang jadi dasar kerajaan dahulu. Tiap Nagari mempunyai pemerintahan sendiri. Pemerintahan Nagari ini berjalan sangat baik dan demokratis. Kesempatan untuk menyeleweng sedikit sekali, ini disebabkan kontrol yang langsung dilakukan oleh masyarakat melalui penghulu-penghulu mereka. Nurdin Yakub (1995: 36)
Sejarah juga telah membuktikan bahwa Nagari-nagari ternyata mampu mencapai dan mempertahankan kestabilan dan keberhasilannya diatas struktur politik yang telah ada, bahkan dalam keadaan politik yang tidak stabil sekalipun, hal ini dapat dilihat pada saat terjadinya Social Disovder (1803-1821) yaitu pada saat kaum paderi memang berhasil menanamkan supremasi politiknya di Minangkabau namun tidak berhasil dalam menciptakan kekuasaan yang riil dengan kekuasaan yang berpusat pada nagari-nagari. Mansur, M.D (1970:118)
Demikian juga dimasa gerakan kaum paderi yang memang berhasil menanamkan supremasi politiknya namun tidak mampu untuk mengurangi legitimasi dan otoritas penghulu yang ada dalam nagari. Mansur, M. D (1970:130).
Pada waktu Belanda datang ke Minangkabau, Belanda menyaksikan suatu kestabilan masyarakat di nagari-nagari dibawah pengawasan penghulu dan mampu menciptakan segala macam bentuk kebudayaan yang relatif tinggi.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan kemerdekaan itu membawa ide-ide baru dalam pemerintahan diantaranya pemerintahan rakyat, Pemerintahan demokrasi dan pemerintah berotonomi, ide-ide tersebut bukan hanya ingin diterapkan pada tingkat nasional tapi juga untuk tingkat daerah sampai ke tingkat desa atau nagari. Muhammad Hasbi (1990:6).
Dalam perjalanannya pemerintahan nagari dalam menjalankan roda pemerintahannya memakai pola musyawarah dan mufakat. Secara umum pemerintahan nagari merupakan pemerintahan non formal yang lebih banyak melakukan pembinaan tanpa adanya garis komando/perintah dari atasan dan yang paling dominan adalah para ninik mamak yang tergabung dalam Kerapatan Adat Nagari.
Pada masa sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, hampir semua peraturan yang menyangkut pemerintahan terendah di daerah Sumatera Barat selalu menjadikan nagari tradisional sebagai unit dasar sistem pemerintahan. Semua kekuasaan supra nagari selalu mengakui Nagari sebagai sebuah kesatuan sosial organis yang sukar dipecahkan dan memiliki dasar otonomi yang kuat (Manan, 1995:88). 
Pada perkembangan selanjutnya, yaitu sejak akan adanya Inpres Bantuan Pembangunan Desa tahun 1978 yang diberikan kepada setiap unit pemerintahan terendah di daerah, muncul permasalahan di Sumatera Barat. Jika Nagari yang dicatatkan sebagai pemerintahan terendah (desa), maka jumlahnya hanya 534 buah, yang berarti jumlah bantuan tidak terlalu besar. Oleh karena itu, joronglah (wilayah administratif dari Nagari) yang dicatatkan sebagai desa sehingga jumlahnya menjadi 3.138 desa dan 406 kelurahan. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 1977 tanggal 25 Januari 1977, dalam hal pemberian Inpres Bantuan Pembangunan Desa, jorong yang merupakan wilayah administratif Pemerintahan Nagari disamakan dengan Desa. Dengan berpedoman kepada Surat Keputusan Menteri tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 259/GSB/1977 tentang penetapan jorong disamakan setingkat Desa. Dengan demikian, pada tahun 1977, di Sumatera Barat ada dua jenis desa, yaitu desa dalam pengertian pemerintahan terendah (Nagari) dan desa dalam pengertian penerima Inpres Bantuan Pembangunan Desa (Jorong). 
Berdasarkan historisnya, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 merupakan perwujudan dari pasal 88 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa pengaturan tentang Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut mulai berlaku secara nasional di seluruh wilayah Negara Indonesia sejak tanggal 1 Desember 1979, Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat dihadapkan pada dua pilihan, yaitu apakah nagari yang dijadikan desa ataukah jorong yang akan ditetapkan sebagai pemerintahan terendah. Pilihan jatuh pada Jorong, yang berarti memecah Nagari menjadi beberapa buah desa.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 162/GSB/1983, terhitung tanggal 1 Agustus 1983 seluruh Jorong yang merupakan bagian dari nagari dinyatakan sebagai desa baru dengan sistem pemerintahan baru berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979. Keputusan ini segera disusul dengan diundangkannya Peraturan Daerah nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat tanggal 13 Agustus 1983.
Sebagai konsekuensi logis dari penetapan Jorong menjadi Desa ialah banyaknya Desa yang tidak mampu melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri. Penyebabnya antara lain adalah sedikitnya jumlah penduduk desa, karena rata-rata jumlah penduduk jorong di Sumatera Barat hanya sekitar 1.000 orang. Akibatnya laju pembangunan desa menjadi lamban, karena minimnya partisipasi sosial masyarakat desa.(Yandri,2003:75)
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa secara nasional, dalam kenyataannya telah menyebabkan berbagai kesulitan dan permasalahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik kehidupan pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat di Sumatera Barat. Sejalan dengan gencarnya tuntutan reformasi dan demokratisasi di berbagai bidang, pemerintah pun menyadari bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa tersebut tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 1 huruf o Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut dicantumkan pengertian Desa sebagai berikut :
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.

 Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari.
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari, yang dimaksud dengan Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Kabupaten Agam, yang terdiri dari himpunan beberapa suku di Minangkabau yang mempunyai wilayah dan batas-batas tertentu dan mempunyai harta kekayaan sendiri, berwenang mengurus rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahannya.
Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dan kondisi itu tidak memungkinkan untuk dirubah, hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan begitu saja, misalnya struktur adat yang terdiri dari empat jinih (jenis) yaitu: Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai dan Bundo Kanduang ataupun lembaga-lembaga adat lainnya.
Menurut Badudu-Zain dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengatakan bahwa,
1) Ninik Mamak
 Yaitu orang-orang tua kepala adat di Minangkabau (Sumatera Barat); orang yang paham akan adat istiadat; para penghulu adat.
2) Alim Ulama
 Yaitu orang-orang alim; para ulama Islam; para kyai.
3) Cadiak Pandai (cerdik pandai)
 Yaitu kaum terpelajar, intelektual.

Inti kembali ke sistem Pemerintahan Nagari bukan hanya sekedar kesatuan wilayah administrasi pemerintahan, tetapi sekaligus sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Dengan kembali ke Nagari, diharapkan nilai-nilai adat yang positif terus terpelihara, sedangkan yang negatif ditinggalkan. Kembali ke Nagari adalah momentum yang tepat untuk melakukan perubahan itu. Kembali berpemerintahan Nagari bukan hanya persoalan Pemerintahan, karena ada “roh” lain yang menyertainya yaitu nilai-nilai adat, agama, kekeluargaan dan kecintaan terhadap Nagari.
Berbeda dengan pemerintahan Desa dulunya, Desa merupakan satu kesatuan administrasi Pemerintahan dan Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Desa diberi kekuasaan yang sangat besar oleh Pemerintah, sehingga sering terjadi peranan pemimpin-pemimpin informal dalam Nagari terabaikan. 
Pengembalian bentuk dan susunan Pemerintahan Desa ke bentuk dan susunan Pemerintahan Nagari didasarkan kepada beberapa aspek pendekatan sebagai berikut :
1) Aspek Legalitas :
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah yang mempunyai susunan asli.
b. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 huruf o yang menyatakan Desa atau yang disebut nama lain, selainnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.
c. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari 
d. 2) Aspek Empiris 

Kenyataan menunjukkan bahwa kebijaksanaan menetapkan jorong menjadi desa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 di Sumatera Barat telah menimbulkan degradasi dalam berbagai segi,seperti ;
a. Timbulnya dualisme dalam pengaturan kehidupan masyarakat yaitu, urusan pemerintahan oleh Kepala Desa sedangkan soal kemasyarakatan menjadi wewenang Kerapatan Adat Nagari (KAN), yang dalam kenyataannya memisahkan hal tersebut.
b. Desa kurang dapat berbuat banyak dalam pembangunan disebabkan terpecahnya potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta kurangnya dukungan dari warga baik yang berada di desa maupun di perantauan.
c. Pemerintah Desa lebih cenderung mengabaikan kedudukan dan perannya dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. 
Dengan mengembalikan bentuk dan susunan kepada Pemerintahan Nagari diharapkan dapat mewujudkan suatu pemerintahan terendah yang mampu berotonomi mandiri dan mendapatkan dukungan yang luas dari masyarakat, bertitik tolak dari pengalaman selama berpemerintahan Nagari sebelum dilaksanakannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 di Sumatera Barat sebagai berikut :
a. Menurut bentuk dan susunan Pemerintahan Nagari terdapat kesatuan penyelenggaraan pemerintahan yang tidak memisahkan urusan pemerintahan dari urusan masyarakat hukum adat telah menjadikan Nagari sebagai satu organisasi pemerintahan yang kuat dan mendapat legitimasi dari masyarakat.
b. Dengan berpemerintahan Nagari sumber daya manusia dan sumber daya alam dapat diandalkan untuk memanfaatkan dalam rangka mewujudkan otonomi Nagari, disamping itu dengan berpemerintahan Nagari sumber-sumber pendapatan dan harta kekayaan Nagari yang dikuasai oleh pihak lain dapat ditata dan dikembalikan untuk mewujudkan nagari yang mampu berotonomi.
c. Bentuk dan susunan Pemerintahan Nagari dipandang mampu merealisasikan ide dan wujud demokrasi di pedesaan.

2) Aspek Sosial Ekonomi
a. Pemerintahan Desa kurang mampu mengangkat dan menggerakkan potensi ekonomi sosial masyarakat 
b. Selama Pemerintahan Desa potensi sosial ekonomi masyarakat tidak bisa dikembangkan sendiri karena terpecah dan berada dibeberapa wilayah Desa.

3) Pendekatan Sosial Budaya
a. Selama berpemerintahan Desa peranan fungsi Adat (antara lain “Tungku Tigo Sajarangan”) kurang efektif dalam mengurus kepentingan masyarakat.
b. Selama berpemerintahan Desa hubungan kekerabatan dalam Nagari menjadi longgar, sehingga semangat kebersamaan dan gotong royong menjadi lemah.
c. Kerapatan Adat Nagari belum mampu mewujudkan peran dan fungsinya dalam memelihara dan mempertahankan kelestarian adat istiadat harta/ulayat Nagari.
d. Pola pelaksanaan pembangunan desa cendrung mengutamakan pembangunan dan mengabaikan kesatuan sosial budaya masyarakat.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur tentang Pemerintahan Desa sebagaimana yang telah dijelaskan di atas yang meliputi pembentukan, penggabungan dan penghapusan Desa, Pemerintahan Desa, Badan Perwakilan Desa, lembaga lain, Keuangan Desa dan Kerjasama antar Desa.
Desa sesuai dengan dengan yang terdapat pada ketentuan penjelasan diatas menyatakan bahwa Desa yang disebut nama lain sebagai masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional dan berada didaerah Kabupaten. Dalam hal ini khususnya bagi Sumatera Barat nama yang cocok dan dipakai adalah disebut dengan Nagari.
Nagari merupakan wadah untuk menampung dan mewujudkan aspirasi masyarakat terutama di Kabupaten Agam dalam mengembangkan kehidupan masyarakat sesuai dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Sejalan dengan apa yang dimaksud di atas, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menindak lanjuti Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari.
Ketentuan pokok yang menyatakan Nagari sebagai unit pemerintahan otonom berdasarkan asal-usul di Provinsi Sumatera Barat mengandung pemikiran strategis dan lintas budaya yaitu bahwa pelaksanaan otonomi Provinsi , Kabupaten / Kota ditegakkan atas dasar sistem sosial kemasyarakatan dan identitas kultur rakyat Sumatera Barat dan demokratis, memiliki akar kemandirian kreatif serta kebersamaan sebagai modal sosial. Maka berdasarkan pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pemerintah Nagari, Pemerintah Kabupaten Agam telah menyusun pula Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.
Pemerintahan Nagari merupakan satuan pemerintahan otonom yang diakui dan berada dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri dari Wali Nagari dengan perangkatnya sebagai unsur eksekutif dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) sebagai unsur legislatif.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa menyeragamkan bentuk organisasi pemerintahan terendah di seluruh Indonesia dengan sebutan Desa. Di Sumatera Barat yang dibentuk jadi Desa adalah Jorong sehingga Nagari terpecah atas jorong-jorong yang kemudian disebut Desa. Struktur organisasi Pemerintahan Desa menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Susunan Organisasi Pemerintahan Desa


 








Sumber : Kepmendagri Nomor 18 Tahun 1983

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terbuka kesempatan bagi daerah untuk menjalankan sistem pemerintahan sesuai dengan adat setempat. Provinsi Sumatera Barat memanfaatkan peluang ini dengan kembali ke Pemerintahan Nagari. 
Pemerintah Kabupaten Agam menyikapi hal ini dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.
Pemerintahan Nagari berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 terdiri dari Pemerintah Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari.
Pemerintah Nagari terdiri dari Wali Nagari dan Perangkat Nagari sebagai berikut :
1) Sekretariat Nagari; 
a. Sekretaris Nagari
b. Kepala Urusan Pemberdayaan dan Pemerintahan
c. Kepala Urusan Ketentraman dan Ketertiban
d. Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat
e. Kepala Urusan Administrasi Keuangan dan Asset Nagari
2) Unsur Pelaksana, yaitu Wali Jorong.
Dengan susunan organisasi Pemerintahan Nagari adalah sebagai berikut :











Gambar 2.2 Susunan Organisasi Pemerintahan Nagari











  




Keterangan
  : Garis Koordinasi
  : Garis Komando / Lini
Sumber : Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001
Untuk Sekretaris Nagari dan Kepala Urusan dapat diangkat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan ketentuan harus ada izin dari atasan dan melepaskan jabatan organisasi tanpa menghilangkan haknya sebagai 
PNS.
Pengangkatan perangkat Nagari di harus melalui prosedur sebagai berikut :
1) Perangkat Nagari diangkat oleh Wali Nagari dengan Keputusan Wali Nagari setelah mendapat persetujuan dari unsur Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN).
2) Mengumumkan kepada warga bahwa akan ada penerimaan untuk jabatan Sekretaris Nagari dan Kepala Urusan sesuai dengan persyaratan.
3) Peminat yang memenuhi syarat sesuai jumlah yang dibutuhkan, maka Wali Nagari meminta persetujuan kepada BPRN untuk ditetapkan menjadi Sekretaris dan Kepala Urusan dengan Keputusan Wali Nagari.
4) Peminat yang memenuhi syarat melebihi jumlah personil yang dibutuhkan, maka Wali Nagari membentuk tim untuk melakukan seleksi terhadap para pelamar. Tim seleksi ini diketuai oleh Wali Nagari dengan anggota terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. 
Pengangkatan Kepala Jorong dilakukan oleh Wali Nagari berdasarkan hasil kesepakatan atau pilihan masyarakat Jorong yang bersangkutan setelah dapat persetujuan dari BPRN.

2.3.1 Syarat Pembentukan Pemerintahan Nagari

Untuk membentuk suatu Nagari maka harus memenuhi persyaratan secara adat dan persyaratan menurut undang-undang yang berlaku.
Sebuah Nagari juga memiliki syarat-syarat pokok yang harus ada sebagaimana tercantum pada Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari pasal 3, yaitu ;
1) Nama Nagari
2) Jumlah Penduduk
3) Luas Wilayah
4) Batas-Batas Wilayah
5) Kekayaan Nagari
Menurut adat sebuah wilayah disebut Nagari harus memenuhi persyaratan fisik sebagai berikut :

1) Basosok Bajurami (Perbatasan)
Pembentukan Nagari baru, harus mempunyai batas-batas kenagarian yang harus ditentukan dengan musyawarah antara Ninik Mamak di Nagari baru dengan para Ninik Mamak dari Nagari induk dan Nagari tetangga.
Hal ini bertujuan agar ada batas yang jelas antara Nagari yang satu dengan Nagari yang lain sehingga tidak terjadi perebutan wilayah.
2) Balabuah Batapian
Artinya Nagari harus mempunyai prasarana jalan lingkungan dan jalan penghubung antar Nagari serta tapian tempat mandi.
Maksudnya di sini adalah agar lancarnya hubungan Nagari dengan pihak luar, karena tidak terkendala dengan jalur lalu lintas.
Tepian tempat mandi di sini adalah salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, karena adat mengajarkan untuk hidup bersih. Namun dewasa ini pemandian umum sudah jarang ditemukan, karena masing-masing rumah telah punya tempat mandi sendiri.
3) Barumah Batanggo
Artinya mempunyai rumah tangga tempat tinggal. Rumah di Minangkabau diperuntukkan bagi kaum Ibu dengan anak-anaknya. Rumah disini adalah tempat tinggal yang layak huni dan memenuhi standar kesehatan.
4) Bakorong Bakampuang
Artinya mempunyai tali yang menghubungkan suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Bakorong bakampuang adalah daerah yang mempunyai penduduk dan punya tali keturunan menurut adat yang menjadikan penduduknya “serasa”, “selembaga”, “seberat”, “seringan” yang merupakan satu kesatuan yang bulat.
Ini merupakan implementasi dari ketentuan bahwa dalam Nagari itu paling sedikit harus terdiri dari empat suku. Jadi kekerabatan terasa erat karena yang tinggal di Nagari tersebut di sekitar warga sukunya sendiri.  
5) Basawah Baladang
Artinya mempunyai daerah persawahan dan perladangan. Ditujukan agar masyarakatnya punya pekerjaan mengolah lahan yang ada untuk menunjang perekonomian keluarganya.
6) Babalai Bamusajik
Artinya mempunyai balai adat tempat bermusyawarah dan mesjid tempat beribadah. Balai adat difungsikan sebagai tempat melaksanakan musyawarah membahas kepentingan Nagari dan warganya. Sedangkan mesjid merupakan tempat warga mendekatkan dirinya dengan Tuhan, cerminan dari Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
7) Bapandam Bapakuburan
Artinya mempunyai pusara tempat berkuburnya warga yang telah meninggal dunia. Adat telah mengetahui dari alam nyata bahwa setiap yang hidup pasti akan mati. 
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kesamaan persyaratan yang diajukan baik menurut adat maupun menurut perundangan yang membentuk suatu Nagari. Artinya adat telah berpikir jauh kedepan bahwa untuk membentuk suatu Nagari harus memenuhi faktor-faktor tertentu, agar masyarakat yang hidup didalamnya terpenuhi segala kebutuhan hidupnya baik dari segi materiil maupun sprituil.

2.3.2 Kewenangan Pemerintah Nagari
Kewenangan Pemerintah Nagari terdiri atas:
1) Kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal-usul Nagari;
2) Kewenangan yang oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Kabupaten, Provinsi, dan Pemerintah Pusat;
3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten dapat memberikan tugas pembantuan kepada Pemerintah Nagari.

2.3.4 Tugas dan Kewajiban Wali Nagari
Wali Nagari merupakan seorang yang dipilih oleh masyarakat Nagari untuk memimpin Nagari dan melaksanakan tugas pemerintahan di tingkat Nagari.
Adapun tugas dan kewajiban seorang Wali Nagari adalah sebagai berikut ;
1) Memimpin penyelenggaraan Pemerintah Nagari;
2) Menjalankan urusan rumah tangga Nagari;
3) Membina kehidupan masyarakat Nagari;
4) Menggerakkan potensi perantau sebagai sumber daya pembangunan Nagari;
5) Membina perekonomian Nagari;
6) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat Nagari;
7) Mendamaikan perselisihan masyarakat Nagari;
8) Mewakili Nagari dalam dan luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya;
9) Mengajukan rancangan Peraturan Nagari dan bersama BPRN menetapkannya sebagai Peraturan Nagari;
10) Menumbuh kembangkan dan melestarikan adat dan Syarak yang hidup di Nagari yang bersangkutan.
Wali Nagari memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Nagari berdasarkan ketentuan yang berlaku serta kebijakan yang ditetapkan bersama BPRN.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Wali Nagari bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPRN dan secara administrasi menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati melalui Camat.
Pertanggung jawaban dan laporannya pelaksanaan tugas Wali Nagari sebagaimana yang dimaksud diatas disampaikan pada setiap akhir tahun anggaran dan pada masa akhir jabatan.

2.3.5. Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN)

Sebagai perwujudan demokrasi di Nagari dibentuk Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) yang berfungsi sebagai Lembaga legislasi dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Nagari (Perna) dan Keputusan Wali Nagari serta mengayomi adat istiadat. Adapun fungsi BPRN dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari adalah :
1) Legislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Nagari bersama Pemerintah Nagari;
2) Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Nagari, Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari serta Keputusan Wali Nagari;
3) Bersama-sama dengan Pemerintah Nagari menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari;
4) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, menangani dan menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada pejabat atau instansi yang berwenang;
5) Menumbuhkembangkan semangat bernagari.
Badan Perwakilan Rakyat Nagari berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Nagari yang keanggotaannya Badan Perwakilan Rakyat Nagari mencerminkan unsur Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang, Generasi Muda, yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 7 orang.
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Perwakilan Rakyat Nagari berhak meminta Pejabat Pemerintah Nagari dan pejabat yang bertugas di Nagari yang bersangkutan, termasuk lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak serta warga masyarakat untuk memberikan keterangan dan pertimbangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, daerah dan atau nagari yang bersangkutan. 

2.4. Lembaga Kemasyarakatan Nagari

 Lembaga kemasyarakatan dibentuk berdasarkan kebutuhan masing-masing Nagari. Keberadaan lembaga ini dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat di Nagari Lubuak Basuang.
 Lembaga kemasyarakatan itu antara lain :
1) Kerapatan Adat Nagari (KAN)
Kerapatan Adat Nagari merupakan lembaga berhimpunnya Ninik Mamak dan Pemangku Adat di Nagari Lubuak Basuang.
Tugas Pokok dan fungsinya adalah :
a. Menyelesaikan sengketa sako dan pusako menurut adat salingka nagari.
b. Mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai adat Minangkabau yang bersendikan syariat Islam.
c. Mewariskan nilai-nilai adat Minangkabau kepada anak kemenakan.
d. Meningkatkan kualitas dan peranan pemangku adat di Nagari.
e. Berperan aktif dalam setiap pembangunan di Nagari sebagai mitra kerja pemerintah Nagari.
f. Menjaga, memelihara dan mengawasi masuknya kebudayaan yang merusak nilai-nilai kebudayaan nagari.
g. Sebagai perekat tali silaturrahmi antara kelompok fungsional dengan masyarakat nagari dalam pemberdayaan sako, pusako dan sangsako.
h. Bekerjasama dengan Alim Ulama, Cerdik Pandai dan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam menyelesaikan masalah sosial budaya dan agama.


2) Majelis Ulama Nagari (MUNA)
Majelis Ulama Nagari merupakan lembaga berhimpunnya para ulama di Nagari.
Tugas dan fungsinya meliputi :
a. Menanamkan akidah Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Nagari.
b. Mensosilisasikan fatwa tentang syariat Islam dari lembaga fatwa yang resmi di lingkungan nagari.
c. Mencegah terjadinya ajaran-ajaran yang menyimpang dari Al-Quran dan Sunnah Rasul.
d. Berperan aktif menyelesaikan masalah-masalah sengketa hukum perkawinan.
e. Mendorong umat untuk melaksanakan zakat, infak dan sedekah dalam nagari.
f. Memakmurkan mesjid, dalam rangka mewujudkan “kembali ke surau”.
g. Membina umat untuk mewujudkan nagari yang Islami.
h. Menjaga tatanan kehidupan masyarakat yang berakhlak karimah dalam nagari.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya ini, Majelis Ulama Nagari dapat bekerjasama dengan pemerintah Nagari, Ninik Mamak, Cendikiawan, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak, serta unsur masyarakat lainnya dalam menyelesaikan masalah sosial budaya dan agama.







BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian

Menurut Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi (1997:12) mengatakan bahwa, dengan menggunakan metode penelitian kita dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
1) Dapat menyusun laporan atau tulisan atau karya ilmiah, baik dalam bentuk paper, skripsi atau tesis maupun desertasi
2) Mengetahui arti pentingnya riset, sehingga keputusan-keputusan yang dibuat dapat dipertahankan dan dipikirkan dan diatur sebaik-baiknya.
3) Dapat menilai hasil penelitian yang sudah ada, yaitu mengukur sampai seberapa jauh hasil suatu penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

Sugiyono (1998:1) mengartikan metode penelitian sebagai cara ilmiah yang dilakukan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu.
Syaifuddin Azwar (1997:1) mengatakan bahwa penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan induktif. Nazir (1998:63) mengartikan metode deskriptif adalah :
"suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas siswa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antara fenomena-fenomena yang diselidiki”. 

Selanjutnya Singarimbun (1991:4-5) mengatakan bahwa:
“Penelitian deskripsi dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena, sosial tertentu, penelitian pengembangan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa”.

Dari pengertian diatas maka penelitian deskriptif adalah suatu cara kerja dalam kegiatan penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau lukisan secara nyata, sistematis dan bersifat faktual mengenai kondisi serta fakta-fakta tentang masalah-masalah yang diselidiki sebagai mana adanya sehingga dapat ditemukan suatu cara yang berhubungan dengan objek penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menghimpun informasi atau data yang relevan dalam mengamati gejala-gejala perubahan yang terdapat dalam suatu masyarakat. Untuk itu pendekatan penelitian yang dianggap cocok digunakan adalah pendekatan kualitatif. Kirk dan Miller dalam Moleong (2000:3) mendefinisikan yaitu penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
Sedangkan metode induktif menurut Asyari (1983:18) adalah Metode Induktif merupakan cara agar manusia dalam memecahkan suatu masalah, mulai dengan mencari fakta-fakta yang nyata dan murni dari pengalaman dalam masyarakat. Dari fakta-fakta tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Berkenaan dengan penelitian kualitatif , Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2000:3) berpendapat bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati “. Dalam pendekatan kualitatif, penelitian dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi yang mendalam dengan jalan berinteraksi langsung kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaan penelitian ini yang menjadi penekanan adalah unsur manusia sebagai instrumen penelitian. Hal tersebut sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang lentur dan mengikuti pola pemikiran manusia, sehingga mampu secara tanggap merespon kondisi dan kenyataan di lapangan selama pelaksanaan penelitian. Untuk itu dituntut kecermatan, ketelitian dan konsistensi tentang topik dan masalah penelitian yang telah dirumuskan serta menjaga objektifitas penelitian itu sendiri.
Dapat dipahami bahwa metode deskriptif dengan pendekatan induktif adalah suatu metode penelitian dengan mempelajari dan mengamati masalah masyarakat dengan mengumpulkan data-data, fakta dan pengalaman masyarakat untuk dianalisa dan diinterprestasikan secara tepat sehingga memberikan gambaran tentang permasalahan tersebut serta hubungan antara fenomena-fenomena dan pengaruh dari satu fenomena-fenomena tertentu.

3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Menurut Arikunto (1998:119), “keseluruhan atau himpunan terbesar manusia, benda, tumbuhan, gejala, peristiwa sebagai sumber yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”.
 Menurut Sugiono (1998:57):
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi dari obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek dan subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek”.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelompok perangkat pemerintah nagari ( Wali Nagari beserta perangkat dan Ketua BPRN beserta anggota ), anggota lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari dan masyarakat Nagari di Lubuak Basuang, Kabupaten Agam. 

3.2.2 Sampel

Sampel secara sederhana dapat diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian.
Sebagaimana dinyatakan oleh Suhartono (1999:57) bahwa sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat mengambarkan populasi.  
Musa dan Nurfitri (1988:39) berkaitan dengan pengambilan sampel berpendapat, “Bahwa dalam pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian atau kebutuhan penelitian”.
Akibat dari terbatasnya waktu, tenaga dan literatur pendukung, maka penelitian ini tidaklah dapat menjangkau keseluruhan objek yang diteliti, maka dari itu perlu untuk ditetapkan sampel penelitian. Teknik sampling yang penulis gunakan adalah teknik purposive sampling. 
Menurut Sugiyono (1998:62), Teknik Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja. 
Arikunto (1998:127) menyebutkan bahwa; Purposive Sampling dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu . Teknik ini biasanya dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.
Dalam pengambilan sampel untuk wawancara digunakan teknik purposive sampling, yang terdiri dari perangkat Pemerintah Nagari (Wali Nagari, Sekretaris Nagari, seluruh Kepala Urusan, dan seluruh Kepala Jorong), Perangkat Badan Perwakilan Rakyat Nagari (Ketua, Sekretaris, dan seluruh Anggota BPRN), serta seluruh Anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dan tokoh masyarakat Nagari Lubuak Basuang. 
Untuk memudahkan dalam penelitian dan pengumpulan data yang diperlukan maka sebagai responden penelitian adalah:
1) Perangkat Pemerintah Nagari
a. Wali Nagari : 1 Orang
b. Sekretaris Nagari : 1 Orang

2) Perangkat Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN)
a. Ketua BPRN : 1 Orang
b. Sekretaris BPRN : 1 Orang
c. Anggota BPRN : 3 Orang

3) Perangkat MAMAS (Majelis Musyawarah Adat dan Syarak)
a. Ketua MAMAS : 1 Orang
b. Wakil Ketua MAMAS : 1 Orang
c. Sekretaris MAMAS : 1 Orang
d. Anggota MAMAS : 3 Orang

4) Tokoh masyarakat : 7 Orang+
  Jumlah 20 Orang
Jumlah keseluruhan yang dijadikan responden dalam penelitian inii adalah sebanyak 20 (dua puluh) orang. 

3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data secara objektif dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka dan penelitian lapangan. 
1) Studi Pustaka
Menurut Nasution (1996:145) “Setiap penelitian memerlukan bahan yang bersumber dari perpustakaan. Bahan ini meliputi buku-buku, majalah dan bahan dokumenter lainnya”. Perpustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-buku, literatur, diktat, koran dan majalah serta peraturan-peraturan yang dapat dijadikan referensi dalam pemecahan masalah.

2) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan merupakan teknik penelitian dimana penelitian secara langsung turun ke lapangan untuk mengadakan pengamatan yaitu dengan :
a. Observasi
Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, sehingga dapat melihat keadaan yang sebenarnya untuk memperoleh gambaran objek yang diteliti secara nyata.

b. Wawancara
Teknik wawancara yaitu pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dengan tanya jawab secara langsung dengan responden yang telah ditentukan. 

c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pengumpulan data melalui pencatatan data yang diperlukan dari sumber tertulis berupa informasi yang berkaitan dengan penelitian, yang dapat diperoleh dari dokumen pada pemerintah kabupaten Agam dalam hal ini Kantor Pemberdayaan Pemerintahan Nagari dan Kantor Nagari Lubuak Basuang serta perundang-undangan, buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen lainnya.

3.3.2 Sumber Data

Arikunto (1998:114), menjelaskan “yang dimaksud dengan sumber data adalah adalah subyek dari mana data diperoleh”.
Jika dilihat dari subjek dimana data akan diperoleh, maka sumber data dapat dibedakan menjadi tiga dalam Arikunto (1996:114), yaitu :
1. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Wali Nagari Lubuak Basuang, Ketua dan anggota BPRN, personil lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak, serta masyarakat itu sendiri.
2. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak. Dalam penelitian ini sumber data yang penulis gunakan adalah Kantor Wali Nagari Lubuak Basuang, rumah anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang dan rumah tokoh masyarakat.
3. Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain. Sumber data berupa paper yang akan diharapkan dalam penelitian ini adalah dokumen yang ada di Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagari, dokumen yang ada di Kantor Wali Nagari, dokumen yang ada di anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Berdasarkan cara memperolehnya, jenis data terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan.
b. Data sekunder, yaitu data yang dapat diperoleh dari bahan bacaan atau dokumen yang bisa dipakai peneliti.

3.4 Teknik Analisa Data
Analisa sangat diperlukan dalam suatu penelitian yaitu memberikan makna pada data yang tersedia, mengenai analisa data Nasution (1996:126) berpendapat :
Analisa data adalah proses penyusuran data agar dapat ditafsirkan serta dalam penyusunan data berarti menggolongkannya dalam pola, atau kategori serta mencari hubungan antar konsep. Dari data yang diperoleh dapat segera dapat dianalisa untuk mencari makna.
Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini disamping sesuai dengan metode penelitian yaitu dengan desain deskriptif dan menggunakan pendekatan Induktif, penulis juga menggunakan teknik kualitatif. Berikut akan dijelaskan pengertian kedua teknik yang digunakan penulis.
Menurut Soetrisno Hadi (1991: 42), pendekatan Induktif adalah berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa konkret kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus dan konkret itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai aspek umum. 
 Menurut Arikunto (1996: 209), teknik Deskriptif yaitu penelitian yang memiliki suatu obyek yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori tertentu untuk memperoleh kesimpulan.
Agar hasil penelitian ini menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami oleh pembacanya, maka penulis telah berupaya mendeskripsikan keadaan lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak (MAMAS) dalam menganalisa peranannya berdasarkan pengamatan penulis.
Adapun langkah-langkah yang telah ditempuh dalam menganalisa data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1) Reduksi data 
Data yang diperoleh dilaporkan, ditulis dan diketik dalam bentuk uraian atau laporan terperinci, sehingga data yang diperoleh memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hasil pengamatan dan mempermudah mencari kembali kiranya laporan-laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok difokuskan dalam hal-hal yang penting dan dicari tema serta polanya.

2) Display data
Data yang diperoleh di lapangan disusun dalam bentuk tabel agar dilihat gambarannya secara umum sehingga penulis dapat menguasai data-data dalam penarikan kesimpulan.


3) Penarikan/verifikasi
Pada penelitian ini, peneliti telah berusaha mencari makna data yang dikumpulkan dengan banyak pola, tema hubungan, persamaan dengan hal-hal yang timbul guna diambil kesimpulan. Untuk memperdalam kesimpulan yang diambil, maka dilakukan langkah verifikasi atau pengumpulan data yang terbaru selama penelitian.

3.5 Tempat Dan Waktu Penelitian
3.5.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kanagarian Lubuak Basuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.

3.5.2. Waktu Penelitian
 Penelitian ini dilakukan dari tanggal 5 Januari sampai dengan 31 Januari 2004.















TABEL 3.1. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR


No 
Kegiatan
 Nov
2003 Des
2003 Jan
2004 Feb
2004 Maret
2004 April
2004 Mei
2004
  1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Proposal  
2 Penelitian Laporan Dan Pengumpulan Data  
3 Pengolahan data dan Penyusunan L.A  
4 Pengajuan L.A  
5 Persetujuan L.A  
6 Ujian Komprehensif  
7. Penyerahan LA  
Sumber : Bagian Akademik dan Bidang Pengajaran
  Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
















BAB IV
ANALISIS PERANAN MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NAGARI 
DI NAGARI LUBUAK BASUANG KABUPATEN AGAM



4.1. Gambaran Umum Nagari Lubuak Basuang
4.1.1. Keadaan Geografis
Nagari Lubuak Basuang yang menjadi lokasi penelitian, merupakan bagian wilayah Kabupaten Agam. Nagari ini memiliki luas wilayah sekitar 10.340 Ha. Daerahnya terdiri atas dataran rendah. Curah hujan rata-rata pertahunnya 1000 mm. Suhu udara relatif stabil dengan tingkat rata-rata 29o C - 31o C.
Secara administratif Nagari Lubuak Basuang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Ampek Nagari
b. Sebelah Selatan : Nagari Garagahan,
  Kabupaten Padang Pariaman
c. Sebelah Barat : Kampuang Pinang,
  Nagari Manggopoh, dan
  Nagari Kampung Tangah
d. Sebelah Timur : Kecamatan Tanjung Raya
Kemudian wilayah Nagari dibagi lagi dalam unit-unit wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan jorong. Saat ini Nagari Lubuak Basuang terdiri atas 7 Jorong yaitu 
1) Jorong I Siguhuang, 
2) Jorong II Balai Akaik, 
3) Jorong III Sangkia, 
4) Jorong IV Surabayo, 
5) Jorong V Sungai Jariang,
6) Jorong VI Parik Panjang, 
7) Jorong VII Pasa Lubuak Basuang.
Jorong VII Pasa Lubuak Basuang menjadi pusat Nagari, disini terdapat Kantor Nagari, Sekolah, Pasa Nagari, dan fasilitas umum lainnya. Selain Jorong VII Pasa Lubuak Basuang pusat keramaian lainnya adalah Jorong IV Surabayo, hal ini dikarenakan pada Jorong IV Surabayo terdapat sarana perkantoran perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Agam, sekolah, pasar, sarana ibadah, dan berbagai macam sarana lainnya. Selain itu Jorong IV Surabayo terletak di jantung ibu kota Kabupaten Agam.
Walaupun Nagari Lubuak Basuang dikelilingi oleh nagari-nagari lain, baik yang temasuk kedalam wilayah Kecamatan Lubuak Basuang maupun wilayah Kecamatan lain namun jarak cukup dekat dan mudah dijangkau dari pusat pemerintahan Kecamatan Lubuak Basuang, hal ini didukung oleh sarana dan prasarana yang cukup seperti kondisi jalan yang sudah diaspal dan tersedianya sarana transportasi yang memadai. Adapun orbitasi Nagari Lubuak Basuang dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut.

TABEL 4.1. JARAK TEMPUH NAGARI LUBUAK BASUANG KE PUSAT PEMERINTAHAN LAINNYA
NO Pusat Pemerintahan Jarak
(KM)
  1
  2
  3 Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Pemerintahan Kabupaten
Pusat Pemerintahan Provinsi 10
  3
114
Sumber : Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004

4.1.2. Keadaan Demografis
Penduduk merupakan modal utama dalam kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, berhasil atau tidaknya tujuan dan maksud yang hendak dicapai terletak pada mausia itu sendiri. Oleh karena itu harus ada perhatian khusus terhadap masalah kependudukan. Penduduk yang jumlahnya tidak selalu menghambat pembangunan, karena besarnya jumlah penduduk dapat dijadikan sebagai modal untuk melaksanakan pembangunan asal berpotensi tinggi, dapat dibina dan diarahkan.
Penduduk merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Karena selain menjadi obyek sekaligus menjadi subyek pembangunan. Pertambahan penduduk yang sangat pesat akan mengakibatkan dua alternatif yaitu sebagai pendukung pembangunan berarti bertambahnya tenaga kerja atau sebagai penghambat pembangunan dalam artian adanya pengangguran yang menimbulkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat yang pada akhirnya menganggu ketentraman dan ketertiban di lingkungan kehidupan masyarakat.
Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari Nagari Lubuak Basuang, jumlah penduduk Nagari Lubuak Basuang sampai dengan Desember 2003 adalah 23.976 Jiwa yang terdiri dari tujuh suku yaitu:
a. Piliang : 2 Penghulu 
b. Melayu : 1 Penghulu
c. Caniago : 3 Penghulu
d. Koto : 2 Penghulu
e. Jambak : 3 Penghulu
f. Tanjung : 1 Penghulu
g. Sikumbang : 2 Penghulu
Adapun komposisi penduduk Nagari Lubuak Basuang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

TABEL 4.2. JUMLAH PENDUDUK NAGARI LUBUAK BASUANG BERDASARKAN JENIS KELAMIN, TAHUN 2003
No Jenis Kelamin Jumlah(Jiwa)
1. Laki-Laki 11. 287
2. Perempuan 12. 689
Sumber : Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di Nagari Lubuak Basuang penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki.
Adapun komposisi jumlah penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

TABEL 4.3. JUMLAH PENDUDUK NAGARI LUBUK BASUNG BERDASARKAN UMUR, TAHUN 2003
No Umur Jumlah(Jiwa)
1. Usia Produktif 13.257
2. Usia Tidak Produktif 10.719
Sumber : Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004

Dalam jumlah penduduk Nagari tersebut di atas dapat digolongkan atas 3 kategori yaitu :
a. Anak Nagari, 
 yaitu orang yang lahir dan dibesarkan di Nagari Lubuak Basuang berdasarkan garis keturunan Ibu.
b. Penduduk Nagari,
 yaitu orang yang berada di Nagari Lubuak Basuang karena hubungan kekeluargaan membeli tanah dan bertempat tinggal di Nagari Lubuak Basuang dan menyatakan Lubuak Basuang adalah tanah air dan kebanggaan bagi yang bersangkutan.
c. Masyarakat Nagari,
yaitu orang yang datang ke Nagari Lubuak Basuang dengan maksud dan tujuan tertentu antara lain :
i) karena ingin berusaha dan berniaga di Nagari Lubuak Basuang,
ii) karena tugas dan jabatan di Nagari Lubuak Basuang.



4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi
 Dengan kondisi geografis yang sebagian besar adalah dataran sehingga banyak wilayah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang ditunjang oleh tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Karena didukung oleh keadaan tanah yang potensial untuk pertanian maka sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian dibidang pertanian yang terdiri atas pertanian sawah dan pertanian tanah kering dan ladang yang persentasenya mencapai 70% dari jumlah keseluruhan penduduk Nagari Lubuak Basuang.
Mata pencaharian penduduk yang lainnya adalah di bidang peternakan, usaha peternakan yang paling banyak adalah peternakan ayam, sapi, kerbau, itik dan kambing. Masyarakat Nagari Lubuak Basuang juga mulai mengembangkan usaha industri kecil yaitu kerajinan rumah tangga seperti makanan, pakaian dan pakan ternak, disamping itu ada juga masyarakat yang bergerak di bidang jasa, perdagangan dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

4.1.4. Keadaan Sosial Budaya
4.1.4.1. Aspek Pendidikan
Aspek pendidikan merupakan satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan. Tingkat pendidikan masyarakat menunjukkan tingkat kualitas sumber daya manusia dari satu daerah. Maka untuk meningkatkan dan untuk mempertahankan tingkat pendidikan dan nilai-nilai budaya dilakukan penanaman nilai secara intensif, baik melalui jalur organisasi maupun pembinaan formal di sekolah.
Tingkat pendidikan masyarakat Nagari Lubuak Basuang masih tergolong relatif rendah, sekitar 21.578 orang hanya tamat SD atau tidak mengenyam pendidikan sama sekali, kebanyakan yang masuk kedalam klasifikasi ini umumnya dari generasi tua yang memang kurang atau terbatas pendidikannya. 
Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan masyarakat Nagari Lubuak Basuang dapat di lihat pada tabel sebagai berikut ;

TABEL 4.4. JUMLAH PENDUDUK NAGARI LUBUAK BASUANG BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN, TAHUN 2003
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1. Tidak Tamat Sekolah 239
2. Tamat SD / Sederajat 21.578
3. Tamat SLTP / Sederajat 7.193
4. Tamat SLTA / Sederajat 1.438
5. Tamat Akademi / Diploma 143
6. Tamat S1 / S2 / S3 72
Sumber : Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004

Dari tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat Nagari Lubuak Basuang rendah. Sebagian besar masyarakatnya mengenyam pendidikan hanya sampai tamat Sekolah Dasar (SD). Sementara itu masyarakat Nagari Lubuak Basuang yang sampai pada pendidikan Perguruan Tinggi hanya sebagian kecil.  
Namun akhir-akhir ini telah terjadi perubahan yang cukup berarti, dimana anak usia sekolah di Nagari Lubuak Basuang berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Hal ini didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang mulai membaik di Nagari Lubuak Basuang maupun di luar Nagari. Sarana pendidikan yang tersedia di Nagari Lubuak Basuang ini berupa sarana pendidikan formal yaitu gedung-gedung sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak sampai kepada Perguruan Tinggi seperti yang terdapat dalam tabel berikut:


TABEL 4.5. SARANA PENDIDIKAN DI NAGARI LUBUAK BASUANG, TAHUN 2003
No Sarana Jumlah (buah) Keterangan
1,
2.
3.
4.
5. TK
SD
SLTP
SMU
Perhuruan Tinggi 3
5
7
4
1 Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Sumber : Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004

Dengan melihat tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah fasilitas yang ada di Nagari Lubuak Basuang sudah cukup memadai apabila dibandingkan dengan jumlah anak usia sekolah yang ada di Nagari Lubuak Basuang, hal ini dipengaruhi oleh keberadaan Nagari Lubuak Basuang yang terletak di Ibu Kota Kabupaten Agam.

4.1.4.2. Mata Pencaharian Penduduk
Dengan kondisi geografis yang sebagian besar adalah dataran sehingga banyak wilayah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang ditunjang oleh tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Karena didukung oleh keadaan tanah yang potensial untuk pertanian maka sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian yang terdiri atas pertanian sawah dan pertanian tanah kering dan ladang yang persentasenya mencapai 70% dari jumlah keseluruhan penduduk Nagari Lubuak Basuang.
Mata pencaharian penduduk yang lainnya adalah di bidang peternakan, usaha peternakan yang paling banyak adalah peternakan ayam, sapi, kerbau, itik dan kambing. Masyarakat Nagari Lubuak Basuang juga mulai mengembangkan usaha industri kecil yaitu kerajinan rumah tangga seperti makanan, pakaian dan pakan ternak, disamping itu ada juga masyarakat yang bergerak di bidang jasa, perdagangan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pensiunan/veteran serta mantri/bidan.
Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan, komposisi profesi penduduk Nagari Lubuak Basuang dapat di lihat pada tabel sebagai berikut ;

TABEL 4.6. JUMLAH PENDUDUK NAGARI LUBUAK BASUANG BERDASARKAN PROFESI, TAHUN 2003
No Profesi Jumlah
(Jiwa)
1. Petani 6.593
2. Berladang 3.296
3. Pedagang 329
4. Buruh 66
5. Tukang Batu dan Pengrajin 24
6. Pegawai Negeri Sipil 164
7. TNI / Polri 33
8. Pensiunan / Veteran 16
9. Bidan / Mantri 7
Sumber : Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004

4.1.4.3. Agama
Semua anggota masyarakat Nagari Lubuak Basuang adalah pemeluk agama Islam, karena dalam kehidupan sehari-hari pola kehidupan mereka diwarnai oleh ajaran-ajaran agama Islam, oleh karena kegiatan yang sifatnya ritual keagamaan seperti pengajian dan majlis taklim sering kali dijumpai di setiap pelosok Nagari. Kegiatan keagamaan yang sering diikuti oleh warga masyarakat adalah pengajian yang diadakan baik pada malam hari di mesjid-mesjid, surau/langgar. Disamping itu kaum ibu juga mengikuti pengajian rutin pada pagi hari. 
Sedangkan untuk golongan anak-anak di Nagari Lubuak Basuang terbiasa dengan kegiatan mengaji Alqur`an di TPA dan TPSA. Kegiatan ini dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16.00 sampai dengan pukul 17.30 setiap harinya dan khusus pada hari minggu diadakan kuliah subuh yang kadang juga diikuti oleh kaum tua sampai sekitar pukul 07.00 pagi.
Karena seluruh penduduk Nagari Lubuak Basuang memeluk agama Islam, maka dalam melaksanakan ibadah masyarakat Nagari Lubuak Basuang ditunjang oleh sarana peribadatan berbentuk langgar/mushalla dan mesjid yang sebagian besar dibangun dengan swadaya mereka sendiri. Sarana peribadatan yang berbentuk langgar/mushalla berjumlah 48 buah sedangkan dalam bentuk mesjid berjumlah 5 buah yang sampai saat ini masih dalam kedaan baik dan masih layak untuk digunakan. Sarana tersebut juga dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan majlis taklim lainnya.
Selain itu juga terdapat sebuah lembaga pendidikan keagamaan yaitu MTsN yang dapat menampung sekitar750 orang. Sedangkan untuk mereka yang ingin untuk belajar membaca Alqur`an dan seni baca Alqur`an tersedia 12 TPA/TPSA dengan jumlah murid 1.314 orang.
Guna mendukung kelancaran ibadah bagi para pemeluk agama Islam terdapat beberapa sarana ibadah baik yang berbentuk langgar/mushalla ataupun mesjid. Berikut ini adalah tabel jumlah sarana peribadatan agama Islam yang ada di Nagari Lubuak Basuang.

TABEL 4.7 SARANA PERIBADATAN DI NAGARI LUBUAK BASUANG, TAHUN 2003
No Sarana Jumlah
(buah)
1.
2. Mesjid
Mushalla/langgar 5
48
Sumber: Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004  

Dari tabel di atas terlihat bahwa di Nagari Lubuak Basuang tidak ada satu pun sarana ibadah bagi umat beragama selain Islam.

4.1.4.4. Adat Istiadat
Masyarakat Nagari Lubuak Basuang masih dapat digolongkan kepada masyarakat yang masih memegang teguh adat dan budaya yang selama ini berlaku di lingkungan mereka. Pada prinsip nilai-nilai budaya yang tumbuh dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan masyarakat Nagari Lubuak Basuang sejalan dengan ajaran agama Islam. Kolaborasi antara nilai-nilai agama Islam dan adat istiadat tersebut lebih dikenal dengan Adat Basandi Syara`, Syara` Basandi Kitabullah.
Apalagi dengan kembalinya ke Nagari, terlihat upaya yang dilakukan oleh Ninik Mamak, Cerdik Pandai, Alim Ulama, Bundo Kanduang serta pihak lainnya untuk benar-benar menata kehidupan masyarakat yang sesuai dengan kehidupan bernagari menurut adat istiadat yang berlaku. Salah satu contoh adalah menerapkan secara berangsur-angsur kepada para anak perempuan (anak gadis) untuk memakai baju kurung pada acara-acara perhelatan ataupun perkawinan.
Dalam keseharian masyarakat jelas terlihat bahwa nilai-nilai sosial seperti sifat tolong menolong, nilai kebersamaan dan semangat gotong royong melekat erat dalam kehidupan masyarakat, sehingga tidak heran kalau kita melihat adanya kegiatan gotong royong masyarakat dalam memperbaiki sarana yang ada dalam nagari serta dalam pelaksanaan cocok tanam baik disawah maupun di ladang serta semangat kebersamaan yang lebih menonjol dari sifat mengutamakan kepentingan individu.

4.1.4.5 Kesehatan
Keadaan kesehatan masyarakat turut berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan untuk itu keadaan sarana dan prasarana kesehatan harus mencukupi dan memadai bagi memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat. Di Nagari Lubuak Basuang sarana dan prasarana kesehatan sudah dapat dikatakan memadai apabila di bandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di Nagari Lubuak Basuang, hal ini dipengaruhi juga oleh letak Nagari Lubuak Basuang yang berada di jantung Ibu Kota Kabupaten Agam. Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Nagari Lubuak Basuang dapat dilihat pada tabel berikut:
Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan di Nagari Lubuak Basuang berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan nagari. Pelayanan terhadap masyarakat tidak akan maksimal apabila tidak didukung sarana kesehatan yang memadai.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Nagari Lubuak Basuang pemerintah Kabupaten Agam menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung peningkatan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Diantaranya Rumah Sakit Umum Daerah yang berada di Nagari Lubuak Basuang, Puskesmas, Puskemas Pembantu dan sarana lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 4.4 berikut ini.

TABEL 4.8 SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN DI NAGARI LUBUAK BASUANG, TAHUN 2003  
No Sarana dan Prasarana kesehatan Jumlah
(buah)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
 Rumah Sakit
Rumah Bersalin
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
Praktek Dokter
Perawat
Bidan
Apotik 1
7
1
1
4
14
3
2
Sumber: Profil Nagari Lubuak Basuang, 2004
 Dari tabel di atas dapat dikatakan, bahwa sarana dan prasarana yang telah ada di Nagari Lubuak Basuang cukup memadai. Dengan fasilitas kesehatan yang ada, akan mampu untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Nagari Lubuak Basuang.

4.2. Keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Di Nagari Lubuak Basuang

Bicara mengenai peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak, tentunya tidak terlepas dari keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak itu sendiri. 
Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari merupakan lembaga pada Nagari yang dapat melaksanakan musyawarah dengan melibatkan komponen yang ada dalam masyarakat, yang keanggotaannya terdiri dari Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama, Bundo Kanduang, dan Generasi Muda.

4.2.1. Kedudukan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang

Kedudukan lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak adalah sebagai badan pertimbangan yang berada di tingkat Nagari. Hal ini diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati Agam Nomor 470 Tahun 2002 tentang Pengukuhan Keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang Periode 2002 sampai dengan 2007.
Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan salah seorang anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak yang menyatakan bahwa, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari adalah salah satu lembaga resmi di Nagari yang mempunyai tugas dan fungsi membantu perangkat pemerintahan nagari dalam melaksanakan tugas pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan. (Dt.Asa Labiah; 2004). 
Menurut Wali Nagari Lubuak Basuang, ada beberapa landasan pembentukan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang, yaitu :
1) Dalam rangka Babaliak Ka Nagari, Wali Nagari dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu oleh perangkat pemerintah. Pengangkatan perangkat pemerintah Nagari ini atas dasar kemampuan dan potensi dalam bidang tugas. Tentunya potensi masyarakat Lubuak Basuang ada yang menetap di Lubuak Basuang dan ada yang berada atau menetap di perantauan. Untuk membantu tugas dan fungsi Wali Nagari, ditetapkanlah Majelis Musyawarah Adat dan Syarak sebagai wadah menghimpun potensi perantau. 
2) Keterbatasan jumlah perangkat Nagari, akibatnya tugas dan fungsi yang telah ditetapkan pada bidang kerjanya masing kurang berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini terjadi karena dalam rutinitasnya sehari-hari lebih banyak menjalankan fungsi administrasi terhadap masyarakat. Sehingga, dipandang perlu keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari.
3) Pada Peraturan Daerah Kabupaten Agam telah dijelaskan tugas, wewenang dan fungsi Wali Nagari serta Badan Perwakilan Rakyat Nagari, dengan tujuan terwujudnya penyelenggaraan Pemerintahan Nagari yang baik. Dalam pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsinya itu sering terjadi kesalahpahaman dan ketidakpuasan Wali Nagari maupun Badan Perwakilan Rakyat Nagari. Untuk itu diperlukan keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak guna menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari sebagai mitra kerja. 

Unsur yang terdapat dalam keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang sebagian besar terdiri dari Cadiak Pandai, yaitu orang yang dianggap mempunyai kemampuan dan cakap dalam bidang ilmu pengetahuan umum di tengah-tengah masyarakat Nagari. Selain unsur Cadiak Pandai juga terdapat dari unsur Ninik Mamak, Alim Ulama, Generasi Muda dan Bundo Kanduang, yang kelima unsur diatas dianggap sebagai pemimpin informal dalam masyarakat.
Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang dapat kita lihat pada tabel berikut :
TABEL 4.9. KOMPOSISI KEANGGOTAAN MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK NAGARI LUBUAK BASUANG PERIODE 2002 S/D 2007
NO NAMA UNSUR
1. N. H. Dt. Tan Mangindo Ninik Mamak
2. H. HB. Dt. Seri Maharajo Ninik Mamak
3. Drs. N. Dt. Asa Labiah Ninik Mamak
4. Suardi Dt. Penghulu Batuah, BA Ninik Mamak
5. Drs. Syahrial, SH Cadiak Pandai
6. Prof. Dr. Agustiar Syahnur, MA Cadiak Pandai
7. Dr. Fuandi Anwar Cadiak Pandai
8. Jonti Roesti, SE Cadiak Pandai
9. H. Deliar Arifin, SE Cadiak Pandai
10. Aslam K. S.Sos Cadiak Pandai
11. D. St. Tumanggung Cadiak Pandai
12. Firman Ilahi, BA Alim Ulama
13. Sarjai St. Nurdin Alim Ulama
14. M. Dt. Tan Majo Basa Generasi Muda
15. Adion St. Pangeran Generasi Muda
16. Desyanora Bundo Kanduang
17. Yeni Sarti Bundo Kanduang
Sumber : Surat Keputusan Bupati Agam Nomor 470 Tahun 2002

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang terdiri dari berbagai unsur masyarakat seperti Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama, Generasi Muda dan Bundo Kanduang. 
Menurut hasil wawancara dengan beberapa anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak bahwa terkadang masyarakat tidak sadar tentang keadaan diri mereka sendiri. Sehingga dibutuhkan suatu pengarahan dan pertimbangan agar masyarakat tersebut dapat menempatkan diri pada tempatnya dan untuk itulah dibutuhkan sosok tokoh masyarakat yang dihormati oleh masyarakat Nagari.
Menurut N. H. Dt. Tan Mangindo pada tanggal 25 Januari 2004 yang beliau merupakan salah seorang anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang yang penulis wawancarai, mengaku hanya beberapa tahun saja mengecap pendidikan formal. Akan tetapi beliau cerdas dan berpikiran tajam dalam bidang adat. Hal ini merupakan hasil dari otodidak yang dilakukan, karena beliau pada masa mudanya mengamati Ayahnya yang juga seorang tokoh masyarakat sebagai Ninik Mamak. Dengan kata lain beliau memang telah berada ditengah pribadi-pribadi yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam bidang adat, sehingga beliau memiliki minat yang kuat untuk menyerap corak dan kepribadian yang dapat dianggap sebagai pemimpin informal oleh masyarakat.
Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan sebenarnya kita berbicara tentang sesuatu yang mempunyai latar belakang sejarah yang panjang dan spektrum yang luas. Sejarah suatu bangsa dan negara pada dasarnya berkisar pada sejarah dari para pemimpin-pemimpinnya atau tokoh-tokohnya baik di bidang politik, pemerintahan, keagamaan dan bahkan adat suatu daerah.
Lain daripada itu, pemimpin dan kepemimpinan mempunyai sifat yang universal dan merupakan gejala kelompok dan gejala sosial. Dikatakan bersifat universal karena selalu dikemukakan dan diperlukan dalam setiap kegiatan atau usaha bersama. Artinya setiap kegiatan dan usaha bersama yang dilaksanakan atau yang akan direncanakan selalu memerlukan pemimpin dan kepemimpinan demi kelancaran kegiatan tersebut. Hal yang diungkapkan diatas sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Raymond J. Burby, “Hubungan pemimpin dan pengikut praktis terdapat dimana saja dan dalam apa saja yang kita lakukan“.
Pada dasarnya kepemimpinan dianggap terletak pada golongan elite yaitu orang-orang yang terpilih atau mereka yang berpengaruh di kalangan masyarakat, seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial, agama, pemerintahan, adat dan sebagainya terdapat sekelompok orang yang dianggap “ elite “.
Diantara kelompok elite ini sebagian ada yang tidak mempunyai “ impact “ sosial terhadap anggota masyrakat. Akan tetapi ada pula sebagian kelompok elite tertentu yang dengan pendapat dan tindakan-tindakannya mempunyai akibat yang penting dan menentukan bagi kehidupan banyak anggota masyarakat yang bersangkutan. Kelompok terakhir ini yang disebut “stategic elites“, yang kriteria strategisnya itu terletak pada bidangnya masing-masing dan pada jumlah besar atau kecilnya anggota masyarakat yang ada dibawah pengaruhnya.
Dengan demikian di dalam suatu masyarakat strategic elite inilah yang memegang peranan fungsi leadership, jika kita melihat dari segi legitimasinya kepemimpinan ini ada yang bersifat formal leadership dan informal leadership.
Keberadaan anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang selain sebagai pemimpin informal tetapi juga sebagai formal leadership atau pemimpin formal, karena diangkat berdasarkan Surat Keputusan Bupati Agam Nomor 470 Tahun 2002. Dalam hal ini Bupati merupakan orang yang berwenang untuk mengangkat anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak atas usulan Wali Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari.  
  Apabila kita melihat kehidupan pribadi anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang seperti tingkat pendidikan, pekerjaan kesehariannya sebenarnya tidak berbeda dengan masyarakat Nagari pada umumnya, mereka juga bersekolah di sekolah umum.
Tingkat pendidikan formal dan pekerjaan anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak pada Nagari Lubuak Basuang dapat dilihat pada tabel berikut ;

TABEL 4.10. TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN KESEHARIAN ANGGOTA MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK PADA NAGARI LUBUAK BASUANG PERIODE 2002-2007
NO NAMA PENDIDIKAN FORMAL PEKERJAAN
1. N. H. Dt. Tan Mangindo SMU Wiraswasta
2. H. HB. Dt. Seri Maharajo SMU Swasta
3. Drs. N. Dt. Asa Labiah S-1 Guru
4. Suardi Dt. Penghulu Batuah, BA D-3 Pensiunan PNS
5. Drs. Syahrial, SH S-1 Dosen
6. Prof. Dr. Agustiar Syahnur, MA S-3 Dosen
7. Dr. Fuandi Anwar S-1 Dosen
8. Jonti Roesti, SE S-1 Dosen
9. H. Deliar Arifin, SE S-1 Pensiunan PNS
10. Aslam K. S.Sos S-1 Pensiunan PNS
11. D. St. Tumanggung SMU Wiraswasta
12. Firman Ilahi, BA D-3 Pensiunan PNS
13. Sarjai St. Nurdin SMU Wiraswasta
14. M. Dt. Tan Majo Basa SMU Wiraswasta
15.
16.
17. Adion St. Pangeran
Desyanora
Yeni Sarti SMU
SMU
SMU Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga
Ibu Rumah Tangga
  Sumber : Kantor Wali Nagari Lubuak Basuang, 2004

Berdasarkan data pada tabel di atas tingkat pendidikan dari anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang beragam, yang sebagian besar adalah lulusan SMU. Namun demikian, hal ini bukan berarti mengidentifikasikan kurangnya kualitas sumber daya manusia anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang, karena masing-masing anggota berasal dari unsur yang berbeda pada masyarakat. Selain itu dengan adanya unsur Cadiak Pandai yang sebagian besar mempunyai latar pendidikan yang tinggi setidaknya dapat mengimbangi anggota lainnya dalam pelaksanaan fungsinya baik dalam bidang adat, agama, maupun kemasyarakatan.
 
4.2.2. Tugas dan Fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang 

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari, pada pasal 97 dikatakan bahwa Majelis Musyawarah Adat dan Syarak mempunyai tugas dan fungsi memberikan pertimbangan kepada Pemerintahan Nagari supaya tetap menjaga dan memelihara “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” di Nagari.
Menurut pendapat Ketua Badan Perwakilan Rakyat Nagari Lubuak Basuang (Datuk Singo Marajo) pada tanggal 6 Januari 2004, bahwa Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang mempunyai tugas membantu Pemerintah Nagari dalam menciptakan kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan Nagari. Majelis Musyawarah Adat dan Syarak juga mempunyai fungsi dalam memberikan pertimbangan kepada Pemerintahan Nagari dan Lembaga-lembaga yang tumbuh dan berkembang di Nagari. 
Berdasarkan hasil penelitian penulis, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang telah menjalankan tugas dan fungsi sebagai berikut :
1) Perumusan Peraturan Nagari
2) Pelestarian Adat dan Syarak
3) Penyelesaian Persoalan-persoalan Nagari 
Dalam pelaksanaan fungsinya Majelis Musyawarah Adat dan Syarak kurang di dukung oleh sarana dan prasarana penunjang, seperti ruangan rapat yang selalu berpindah-pindah (tidak permanen) dan dana insentif untuk operasional yang minim. Namun hal tersebut diatas tidak membuat fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak menjadi tidak berjalan.
4.3. Pelaksanaan Fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak (MAMAS) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari 

Majelis Musyawarah Adat dan Syarak adalah lembaga permusyawaratan/permufakatan adat dan syarak yang berfungsi memberikan pertimbangan kepada Pemerintahan Nagari supaya tetap konsisten menjaga dan menetapkan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang di dalam tugasnya memberikan pertimbangan berupa masukan maupun ide kepada Pemerintahan Nagari Lubuak Basuang, baik itu diminta maupun tidak diminta, berdasarkan hasil musyawarah anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak . Pemerintahan Nagari disini adalah Wali Nagari beserta perangkat Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari Lubuak Basuang. Hasil musyawarah anggota tersebut disampaikan kepada Pemerintahan Nagari, baik itu Wali Nagari atau pun kepada Badan Perwakilan Rakyat Nagari melalui Surat Rekomendasi. Hasil musyawarah juga disampaikan kepada Bupati secara administratif selaku pemberi kewenangan melalui Camat, Kerapatan Adat Nagari dan Majelis Ulama Nagari.
Peranan yang dimiliki oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang yaitu dalam hal pemberian pertimbangan kepada pemerintahan Nagari yang meliputi perumusan peraturan nagari, pelestarian adat dan syarak dan penyelesaian persoalan-persoalan nagari. Disamping hal-hal tersebut, masih terdapat tugas pokok dan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak yang pelaksanaannya masih tetap berjalan. Baik antara pelaksanaan pemberian pertimbangan kepada pemerintahan Nagari dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, keduanya berjalan secara selaras, serasi dan seimbang.



4.3.1. Perumusan Peraturan Nagari

Salah satu peranan yang dapat dilakukan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang antara lain adalah membuat rumusan Peraturan Nagari. Perumusan peraturan nagari ini bersifat sebagai bahan pertimbangan bagi Wali Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari. Dalam perumusan Peraturan Nagari, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang melakukan rapat anggota. Perumusan Peraturan Nagari oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang yang keanggotaannya terdiri dari Ninik Mamak, Cerdik Pandai, Alim Ulama, Bundo Kanduang dan Generasi Muda, dimaksudkan agar Peraturan Nagari tidak bersifat merugikan kepentingan yang lebih tinggi dan menghindarkan arogansi unsur Pemerintahan Nagari.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Drs. Syahrial, SH sebagai anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang pada tanggal 10 Januari 2004, bahwa sejauh ini Peraturan Nagari Lubuak Basuang sedang dalam proses perumusan oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak. Pada setiap rapat perumusan peraturan nagari ini, rata-rata hanya dihadiri sekitar sepertiga dari jumlah anggota. Hal ini disebabkan kesibukan dalam tugas keseharian sebagian besar anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak. Namun hal tersebut tidak menghambat pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam membuat perumusan peraturan nagari.
Adapun yang terdapat pada rumusan Peraturan Nagari itu berisikan tentang pedoman pelaksanaan tugas pemerintahan nagari Lubuak Basuang dan aturan dalam hidup dan kehidupan warga Nagari Lubuak Basuang.
1) Pelaksanaan Tugas Pemerintahan Nagari Lubuak Basuang
a. Visi dan Misi Nagari Lubuak Basuang
b. Pengertian Pemerintahan Nagari 
c. Batas-batas Nagari
d. Wilayah Nagari
e. Penduduk
f. Susunan Pemerintahan Nagari
g. Pemerintah Nagari
h. Fungsi dan kewenangan Pemerintah Nagari
i. Tata kerja Pemerintah Nagari
j. Pemerintahan dan pengangkatan perangkat Nagari
k. Pengesahan dan pelantikan perangkat Nagari
l. Masa jabatan Pemerintah Nagari
m. Pemberhentian Pemerintah Nagari
n. Larangan dan pantangan Pemerintah Nagari
o. Kewajiban Pemerintah Nagari
p. Peranan lembaga Nagari

2) Aturan dalam hidup dan kehidupan warga Nagari Lubuak Basuang.
a. Pengamalan syarak/agama
b. Adat, sako, pusako
c. Keuangan dan ekonomi Nagari
d. Sosial Budaya dan kesenian
e. Generasi muda dan olahraga

Di dalam setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilaku atau patterns of behavior. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola masyarakat tadi. Kecuali terpengaruh oleh tindakan bersama tadi, maka pola-pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya. Pola-pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksankan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang-orang lain, dinamakan social organization (organisasi sosial). Kebiasaan tidak perlu dilakukan seseorang didalam hubungannya dengan orang lain. 
Untuk menyamakan pola-pola perilaku masyarakat Nagari, baik dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-harinya perlu adanya kaidah-kaidah yang dinamakan peraturan (hukum), yang biasanya sengaja dibuat dan mempunyai sanksi yang tegas. Peraturan bertujuan membawa keserasian dan memperhatikan hal-hal yang bersangkut-paut dengan keadaan lahiriah maupun batiniah manusia. Peraturan (hukum) ada yang bersifat tertulis dan tidak tertulis. 
Adat di suatu nagari belum tentu sama dengan nagari yang lainnya, walaupun berada dalam satu kabupaten. Begitu juga pada Kabupaten Agam, setiap Nagari mempunyai adat yang berbeda-beda pula. Meskipun Pemerintah Kabupaten Agam telah menetapkan Peraturan Daerah Tentang Pemerintahan Nagari yang mengatur semua hal mengenai Nagari secara umum, maka perlu kiranya setiap Nagari membuat Peraturan Nagari yang mengatur tentang Pemerintahan Nagari secara khusus sesuai dengan Adat setempat dan tidak keluar dari ketentuan-ketentuan pokok pada Peraturan Daerah Kabupaten. Peraturan Nagari ini merupakan cerminan dari filsafat Minang yang menyatakan Adat Salingka Nagari, yang artinya bahwa nilai-nilai adat tersebut terdapat di sebuah Nagari. Jadi apabila Nagari hilang, maka secara otomatis nilai-nilai adat pun akan pudar, secara bertahap akan hilang sama sekali.
Peraturan Nagari dalam pembentukannya secara teoritis dipersamakan dengan proses pembentukan Peraturan Daerah. Peraturan Nagari adalah instrumen aturan tertinggi di Nagari dalam rangka penyelenggaraan dan pengendalian pemerintahan serta pembangunan di nagari, yang ditetapkan oleh Wali Nagari setelah mendapat persetujuan dari Badan Perwakilan Rakyat Nagari sebagai implementasi kedaulatan rakyat di nagari.
Peraturan Nagari bersifat mengikat dan akan membebani masyarakat secara tidak langsung. Untuk itu dalam proses perumusan mengikutsertakan para tokoh masyarakat. Dalam perumusan Peraturan Nagari diperlukan musyawarah untuk mencari mufakat dari semua anggota Musyawarah Adat dan Syarak, sehingga tergambar bahwa Peraturan Nagari tersebut telah memenuhi aspirasi masyarakat. Hal ini mengandung maksud agar keputusan Peraturan Nagari mengandung nilai-nilai demokratis. 
Peraturan Nagari dikategorikan sebagai peraturan yang bersifat regelling, yaitu memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur segala sesuatu yang menyangkut kepentingan dan beban masyarakat. 
Peraturan Nagari yang telah dirumuskan oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dapat direvisi oleh Wali Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari apabila tidak sesuai dengan adat dan syarak, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, atau bertentangan dengan kepentingan masyarakat nagari. Hal ini dimaksudkan agar Peraturan Nagari tidak bersifat merugikan kepentingan yang lebih tinggi dan menghindarkan arogansi unsur Pemerintahan Nagari.
 Jadi dapat penulis ambil kesimpulan bahwa peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuk Basung dalam perumusan Peraturan Nagari sedang berlangsung pada saat penulis melaksanakan penelitian.

4.3.2. Pelestarian Adat dan Syarak
Pelestarian terhadap adat dan syarak berarti juga pelestarian terhadap nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung dalam adat dan syarak. Pengertian pelestarian mengandung makna suatu upaya dalam menjaga keeksistensian sesuatu hal (tapi bukan mengarah pada suatu bentuk yang statis, namun dinamis atau sesuai dengan perkembangan zaman), dalam batasan tidak bertentangan dengan peraturan adat dan agama, serta tidak melanggar hak asasi manusia.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Sarjai Sutan Nurdin pada tanggal 20 Januari 2004, bahwa Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang pernah merekomendasikan kepada Pemerintahan Nagari Lubuak Basuang yang pada intinya untuk memberdayakan Lembaga yang ada di Nagari, baik itu Kerapatan Adat Nagari sebagai pemangku adat maupun Majelis Ulama Nagari sebagai pembina kehidupan masyarakat Nagari yang Islami.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang penulis lakukan, salah satu pertimbangan yang diberikan oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak kepada Pemerintah Nagari adalah memberdayakan kembali lembaga-lembaga yang ada pada Nagari Lubuak Basuang, contohnya : memberdayakan peran pemuka adat dan alim ulama dalam pembinaan generasi muda di nagari Lubuak Basuang. Pembinaan itu dilakukan dengan tujuan agar para generasi muda di Nagari Lubuak Basuang mengerti akan langkah-langkah yang seharusnya diambil dalam proses kehidupan sehari-hari supaya tidak menyimpang dari adat dan agama yang menjadi landasan hukum Nagari Lubuak Basuang.
Pelestarian adat dan syarak bukan berarti menempatkan adat dan syarak dengan aturan-aturan baku didalamnya atau menjadi sesuatu yang bersifat statis seperti yang telah disebutkan di atas mengenai makna pelestarian, melainkan dinamis tanpa mengurangi konsep nilai-nilai budaya yang dikandung didalamnya.
Pelestarian adat dan syarak yang dilakukan diarahkan kepada :
1) Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya melalui penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, yang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku (Peraturan Nagari).
2) Terwujudnya pelestarian budaya daerah, baik dalam upaya memperkaya kebudayaan daerah maupun kebudayaan nasional.
3) Terciptanya kebudayaan daerah yang menunjang kebudayaan nasional yang mengandung nilai-nilai luhur dan beradab sehingga mampu menyaring secara selektif terhadap nilai-nilai budaya asing, yakni menerima yang positif dan menolak yang negatif.
4) Terciptanya suatu kondisi yang dapat menigkatkan peran serta dan fungsi lembaga adat Nagari dalam menyukseskan pembangunan.
Mengacu kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat, dan Lembaga adat di daerah, yang menyebutkan :
1) Bahwa adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat, dan Lembaga adat yang diakui keberadaannya dan digunakan dalam kehidupan masyarakat luas dan yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah berkualifikasi sebagai nilai-nilai dan ciri-ciri budaya serta kepribadian bangsa yang perlu diberdayakan, dibina dan dilestarikan.
2) Bahwa nilai-nilai dan ciri-ciri budaya dan kepribadian bangsa itu merupakan faktor strategis dalam upaya mengisi dan membangun jiwa, wawasan, dan semangat bangsa Indonesia sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam melestarikan adat dan syarak melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap aspek penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Wali Nagari di Kantor Wali Nagari Lubuak Basuang pada tanggal 27 Januari 2004, dapat disimpulkan bahwa Majelis Musyawarah Adat dan Syarak berfungsi membantu pemerintahan nagari dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan melestarikan adat dan syarak di Nagari. Hal ini dapat dilakukan dengan konsolidasi kepada Kerapatan Adat Nagari dan Majelis Ulama Nagari untuk mendapatkan gambaran mengenai segala permasalahan yang berkaitan dengan adat dan syarak di Nagari Lubuak Basuang. 
Kerapatan Adat Nagari merupakan lembaga tempat berhimpunnya Ninik Mamak dan Pemangku Adat. Kerapatan Adat Nagari mempunyai fungsi meningkatkan kualitas dan peranan pemangku adat di Nagari, serta berperan aktif dalam setiap pembangunan di Nagari sebagai mitra kerja Pemerintahan Nagari.
Majelis Ulama Nagari merupakan lembaga tempat berhimpunnya para ulama di Nagari. Majelis Ulama Nagari mempunyai fungsi mensosialisasikan fatwa tentang syariat agama Islam serta membina umat untuk mewujudkan masyarakat yang Islami.  
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam melaksanakan fungsinya melibatkan peran Kerapatan Adat Nagari dan Majelis Ulama Nagari, dimana kedua lembaga tersebut mempunyai peran secara teknis dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, untuk melestarikan falsafah kehidupan masyarakat Minangkabau “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Dari falsafah kehidupan masyarakat Minangkabau tersebut dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu adat dan syarak.
1) Adat
Adat adalah suatu pandangan hidup masyarakat/warga Nagari yang bersendikan syarak dan kitabullah. 
Karsa masyarakat, mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Karsa merupakan daya upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada dalam masyarakat, tidak selamanya baik. Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan yang buruk, manusia terpaksa melindungi diri dengan menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan tetapi setiap orang, bagaimanapun hidupnya, ia akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Jadi setiap orang akan membentuk kebiasaan yang khusus bagi dirinya sendiri. 
Menurut Ferdinand Tonnies (1997: 47) dalam bukunya Setangkai Bunga Sosiologi, kebiasaan mempunyai tiga arti, yaitu :
a. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat obyektif. Misalnya, kebiasaan untuk bangun pagi, kebiasaan untuk tidur di siang hari, kebiasaan untuk minum kopi sebelum mandi dan lain-lain. Artinya adalah, bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-perbuatan tadi dalam tata cara hidupnya.
b. Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang, norma mana diciptakannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, orang yang bersangkutanlah yang menciptakan suatu perilaku bagi dirinya sendiri.
c. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Jadi kebiasaan tersebut menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang didalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya. Kebiasaan yang dijadikan kebiasaan yang teratur oleh seseorang, kemudian dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu, sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri pada saat itu, lazimnya dinamakan Adat. 
Menurut Drs. N. Dt. Asa Labiah berdasarkan wawancara penulis pada tanggal 28 Januari 2004 di kediaman beliau, bahwa adat yang berlaku di Nagari Lubuak Basuang dibagi empat macam :
a. Adat Nan Sabana Adat
Yaitu aturan pokok dan falsafah yang mendasari kehidupan suku minang yang berlaku turun-temurun tanpa terpengaruh oleh waktu, tempat dan keadaan. Contohnya adalah silsilah keturunan matrilineal.


b. Adat Nan Diadatkan
Yaitu peraturan setempat yang telah diambil dengan kata mufakat ataupun kebiasaan yang telah diambil dengan kata mufakat ataupun kebiasaan yang telah berlaku umum dalam suatu nagari. 
Perubahan atas peraturan setempat ini hanya dapat dilakukan dengan pemufakatan pihak-pihak yang tersangkut dengan peraturan itu. 
Adat Nan Diadatkan ini dengan sendirinya hanya berlaku dalam satu nagari saja, karenanya tidak boleh dipaksakan juga berlaku di nagari lain.
Yang termasuk Adat Nan Diadatkan ini antara lain, mengenai tata cara, syarat, serta upacara pengangkatan penghulu atau ninik mamak dan tata cara, syarat, serta upacara perkawinan yang berlaku dalam nagari.
c. Adat Nan Teradat
Yaitu kebiasaan seseorang dalam kehidupan masyarakat yang boleh ditambah atau dikurangi dan bahkan boleh ditinggalkan, selama tidak menyalahi landasan berpikir.
Adat ini dengan sendirinya menyangkut pengaturan tingkah laku dan kebiasaan pribadi orang perorangan seperti tata cara berpakaian, makan dan minum.
d. Adat Istiadat
Yaitu aneka kelaziman dalam suatu nagari yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawantahan unjuk rasa seni budaya masyarakat Nagari, yakni acara-acara keramaian anak nagari, seperti pertunjukan randai, saluang dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. 

2) Syarak
Syarak yaitu seluruh ajaran agama Islam berdasarkan kepada Al-Quran dan Hadist.
Menurut Firman Ilahi, BA pada wawancara dengan penulis pada tanggal 28 Januari 2004 sebagai salah seorang anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dari unsur Alim Ulama, bahwa syarak berfungsi menjadi landasan dan pedoman hidup bagi warga nagari Lubuak Basuang. Implementasi syarak ini berpengaruh sekali dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat nagari, seperti mengaktifkan kembali fungsi surau sebagai salah satu tempat pembinaan generasi muda.
Dalam upaya pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan syarak di Nagari Lubuak Basuang, Pemerintah Nagari Lubuak Basuang menetapkan Majelis Ulama Nagari sebagai wadah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan anak nagari dan bekerjasama dengan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam mewujudkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 
Dengan adanya peran serta dari Kerapatan Adat Nagari dan Majelis Ulama Nagari tersebut diatas, secara tidak langsung akan membantu peran Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam memberikan pertimbangan kepada perangkat pemerintahan nagari, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan di Nagari Lubuak Basuang yang tidak keluar dari falsafah kehidupan masyarakat nagari, yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 
Jadi dapat disimpulkan bahwa pertimbangan yang diberikan oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang dalam pelestarian adat dan syarak telah berjalan, diarahkan kepada :
a. Pembangunan masyarakat Nagari seutuhnya melalui penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, yang tidak bertentangan dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 
b. Terpeliharanya nilai-nilai luhur budaya yang telah ada, sehingga mampu menyaring secara selektif terhadap nilai-nilai budaya asing, yakni menerima yang positif dan menolak yang negatif.
4.3.3. Penyelesaian Persoalan Nagari

Lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak selain berfungsi memberikan pertimbangan kepada lembaga dan perangkat pemerintahan Nagari, juga mempunyai peran dalam membantu menyelesaikan persoalan-persoalan Nagari.
Dalam membantu menyelesaikan persoalan-persoalan Nagari tersebut, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dapat melibatkan komponen yang ada di tengah masyarakat. Hal ini terdapat Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Pemerintahan Nagari Pasal 96, bahwa: Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari dapat melaksanakan musyawarah dengan melibatkan komponen yang ada di masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Aslam K, S.Sos pada tanggal 16 Januari 2004 mengatakan bahwa, setiap ada permasalahan yang ada di Nagari Lubuak Basuang baik yang menyangkut adat maupun syariat Islam, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak berusaha membantu dengan melakukan musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Responden tersebut diatas juga mengatakan, salah satu persoalan pada Nagari Lubuak Basuang yang telah di selesaikan oleh Majelis Musyawarah Adat dan Syarak adalah mengenai pengelolaan aset dan kekayaan Nagari.
 Dari hasil wawancara penulis dengan Drs. Nasrial Datuk Asa Labiah pada tanggal 28 Januari 2004, adapun langkah prosedural yang telah diambil Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang dalam penyelesaian persoalan pengelolaan aset dan kekayaan Nagari adalah melalui surat rekomendasi kepada Pemerintahan Nagari Lubuak Basuang yang berisikan tiga point, yaitu ;
1) Harus ada kesamaan pandangan dalam memahami Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001, khususnya pasal 61 ayat (2) tentang harta kekayaan nagari. Pertanyaan yang harus mendapat jawaban tidak memihak antara keduanya ialah mana harta dalam pengurusan adat (Kerapatan Adat Nagari), mana pula yang menjadi pengurusan Pemerintah Nagari. Pemahaman ini amat penting, baik pemahaman sesuai aturan adat yang turun temurun, maupun pemahaman manajemen pemerintahan nagari. Sebab di satu pihak aturan adat hendaknya jangan terlanggar, tetapi di lain pihak peningkatan kemajuan ekonomi nagari akan menentukan perjalanan pemerintahan nagari itu, karena harta kekayaan yang ada dan dikembangkan itu adalah sumber dana pemerintahan nagari tersebut. Langkah yang patut ditempuh ialah penyiapan Keputusan Bupati tentang Penjelasan Lebih Lanjut Khusus mengenai Pengurusan Harta Kekayaan Nagari.
2) Kesamaan pandangan, baik aturan adat maupun aturan ekonomi yang lebih, akan dapat diupayakan dengan tersedianya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang lebih terinci yang disiapkan oleh Bupati dan pakar adat Minangkabau, sehingga dengan cara itu akan dapat hendaknya secara gamblang dipahami oleh pihak terkait.
3) Hal yang paling pokok lagi adalah ketepatan dalam memberikan kewenangan dan tugas dalam pengelolaan harta kekayaan Nagari dimaksud kepada pihak Kerapatan Adat Nagari dan pihak pemerintah Nagari, selain juga dapat diupayakan kekuatan bersama untuk memacu kemajuan ekonomi Nagari.

Sebelum berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001, Kerapatan Adat Nagari yang ditugaskan untuk menginventarisir, menjaga, memelihara, dan mengelola kekayaan nagari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nagari. Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari, ditegaskan bahwa semua harta kekayaan nagari dikelola oleh Pemerintah Nagari. Sementara itu Kerapatan Adat Nagari sebagai lembaga kerapatan Ninik Mamak hanya berfungsi menyelesaikan sengketa sako dan pusako menurut ketentuan sepanjang adat yang berlaku di Nagari, dalam bentuk putusan perdamaian.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001, pada pasal 61 ayat (1) ;
Harta kekayaan Nagari meliputi sebagaimana dimaksud pada Pasal 60 ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. pasar Nagari;
b. tanah Lapang atau tempat rekreasi;
c. labuah, tapian, balai, mesjid dan atau surau Nagari; 
d. tanah, hutan, batang air (sungai), tabek (kolam), danau dan atau laut yang menjadi ulayat Nagari;
e. bangunan yang dibuat oleh penduduk/perantau untuk kepentingan umum;
f. semua harta kekayaan yang berasal dari Desa, beralih menjadi harta kekayaan Nagari;
g. harta benda dan kekayaan lainnya.

 Jadi berdasarkan hasil penelitian penulis, bahwa peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang dalam membantu penyelesaian persoalan Nagari telah berjalan. Sehingga secara langsung memudahkan Pemerintahan Nagari dalam mengambil kebijakan dan kebijaksanaan.

4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari 

 Dalam pelaksanaan fungsinya, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak sudah barang tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi. Berbicara tentang faktor-faktor yang berpengaruh, berarti menyangkut tentang faktor pendukung dan faktor penghambat.

4.4.1. Faktor Pendukung 

 Dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini, Pemerintah Nagari Lubuak Basuang memiliki kewenangan yang luas dalam membangun wilayahnya dengan pemberdayaan potensi masyarakat yang ada di Nagari sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001. Untuk penyelenggaraan pemerintahan ini, Pemerintah Nagari Lubuak Basuang tidak dapat dilepaskan dengan menempatkan masyarakat selain sebagai fokus atau obyek juga sekaligus sebagai subyek. Hal ini dilakukan dengan memberdayakan potensi perantau dalam suatu wadah atau lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari. Dari sudut pandang itulah maka lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak harus terus menerus membenahi diri agar mampu mengemban tugas dan fungsinya, terutama dalam membantu Pemerintahan Nagari di Lubuak Basuang. 
 Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang dalam melaksanakan fungsinya memiliki berbagai faktor pendukung. Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang adalah sebagai berikut ;

4.4.1.1. Tingkat Pendidikan Anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak

 Menurut hasil wawancara penulis dengan Wakil Ketua Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang mengemukakan bahwa, dengan keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak saat ini, yang berasal dari berbagai unsur masyarakat dengan tingkat pendidikan yang beragam-ragam, membantu dalam kualitas hasil musyawarah pada rapat anggotanya. Adapun unsur-unsur masyarakat tersebut terdiri dari Tungku Tigo Sajarangan, ditambah dengan Bundo Kandung dan Generasi Muda, dimana mereka semua merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang juga sebagai pemimpin informal dalam Nagari. Keberadaan anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak sebagai pemimpin informal tidak terlepas dari pengetahuan yang mereka miliki, baik dari bangku pendidikan formal maupun pendidikan informal.  
 Tersedianya sumber daya manusia anggota lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.10, dimana sebagian besar tingkat pendidikan formal anggotanya sarjana, adapun dapat dilihat pada tabel 4.11. berikut :

TABEL 4.11. JUMLAH ANGGOTA MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK NAGARI LUBUAK BASUANG BERDASARKAN PENDIDIKAN FORMAL
NO PENDIDIKAN FORMAL JUMLAH (ORANG)
1. SMU 8
2. D-3 2
3. S-1 6
4. S-3 1
Sumber : Hasil Penelitian, 2004 

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak telah memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi, guna mendukung fungsinya membantu Pemerintahan Nagari.
 Disisi lain, jika dilihat dari segi pendidikan informal anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang juga cukup memadai dipandang dari segi bidang masing-masing, adapun dapat dirinci pada tabel 4.12. berikut.








TABEL 4.12. JUMLAH ANGGOTA MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK NAGARI LUBUAK BASUANG BERDASARKAN UNSUR MASYARAKAT
NO UNSUR MASYARAKAT JUMLAH (ORANG)
1. Ninik Mamak 4
2. Cerdik Pandai 7
3. Alim Ulama 2
4. Bundo Kanduang 2
5. Generasi Muda 2
Sumber : Hasil Penelitian, 2004
 
 Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam melaksanakan musyawarahnya Majelis Musyawarah Adat dan Syarak terdiri dari berbagai elemen yang tumbuh dan berkembang di Nagari, sesuai dengan bidang pendidikan informalnya masing-masing. 
 Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan diatas, untuk pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak ini sebagai lembaga yang memberikan pertimbangan bagi Pemerintahan Nagari harus didukung oleh Tingkat Pendidikan anggotanya. 

4.4.1.2. Budaya Masyarakat
 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan tokoh masyarakat pada tanggal 27 Januari 2004, mengatakan bahwa sampai saat ini nilai-nilai budaya luhur nenek moyang dan adat istiadat masih kental melekat dalam diri masyarakat Lubuak Basuang, seperti dalam menyelesaikan setiap permasalahan selalu mengutamakan mencari mufakat dengan pelaksanaan musyawarah, serta tingginya penghargaan masyarakat terhadap Tungku Tigo Sajarangan.
 Menurut kutipan yang penulis ambil pada makalah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Pedoman Hidup Banagari” Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Agam untuk Lokakarya Penyamaan Persepsi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dikatakan bahwa :
Nenek moyang orang Minangkabau gemar membuat kata-kata kiasan, ibarat, perumpamaan, gurindam, andai-andai, pepatah-petitih, pantun dan sebagainya. Nenek moyang kita dahulu berguru kepada alam. Perumpamaan pun bersifat ilmiah. Seperti contoh adanya tiga potensi masyarakat Minangkabau sebagai Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Adat, agama dan undang diitamsilkan dengan Tali Tigo Sapilin (Tungku Tigo Sajarangan).
Tungku adalah balok kayu atau batu yang dihujamkan ke tanah sebanyak tiga buah untuk penopang periuk atau kuali ketika orang dulu memasak. Jadi, tungku merupakan unsur penting atau sangat potensial bagi suatu tempat perapian (dapur). Tungku unsur yang sangat penting tempat kayu menyala di bawah kuali atau periuk.
Kayu dalam tungku harus pula disilangkan, jangan dilonjorkan semua. Kalau dilonjorkan, semua kayu ditungku itu tidak akan menyala. Kayu itu harus disilangkan agar hidup marak sehingga membakar kuali atau periuk. Apa yang dimasak akan matang.
Kuali atau periuk dengan segala isinya, baik lauk pauk, sayur mayur, rendang, nasi, atau lainnya adalah masyarakat. Tiga unsur tungku sebagai penopangnya sehingga kuali atau periuk atau belanga diatasnya terletak mapan. Tidak goyang, tidak goyah dan harus kuat terhunjam di tanah, supaya apa yang dimasak jadi selamat, enak disantap bersama. Jika tungku goyah, kedudukan kuali (masyarakat) tidak mapan lagi. Akibat goyah sedikit, air dalam belanga itu akan tumpah dan tercurah ke dalam api sehingga api padam. Tentang tali tigo sapilin tadi akan menjadi kuat tidak mudah putus karena ketiga utas tali itu dipilin menjadi satu, yakni undang-undang adat, hukum agama dan hukum positif. 

 Dari kutipan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa budaya musyawarah yang telah ada sejak dahulu di Minangkabau masih digunakan oleh masyarakat, pemerintah Nagari dan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang.  
 Dengan masih lekatnya nilai budaya masyarakat secara umum di Nagari Lubuak Basuang, terutama dalam melakukan musyawarah akan mendukung pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak.
 Menurut hasil wawancara penulis dengan salah seorang anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang, mengatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang adalah masih kentalnya budaya musyawarah pada setiap rapat, sehingga meskipun keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur masyarakat dapat menghasilkan hasil rapat yang objektif untuk dijadikan sebagai rekomendasi kepada Pemerintahan Nagari. Selain itu juga masih tingginya penghargaan terhadap Tungku Tigo Sajarangan, sehingga setiap ada permasalahan yang tidak mampu diselesaikan sendiri oleh masyarakat tersebut dibantu tiga elemen unsur masyarakat yang ada, yaitu Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.  

4.4.2. Faktor Penghambat 
 Dalam membantu penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang senantiasa dihadapkan pada beberapa hambatan yang perlu mendapatkan perhatian, mengingat hambatan-hambatan tersebut akan memperlambat atau bahkan menghambat usaha Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam membantu penyelenggaraan Pemerintahan Nagari Lubuak Basuang.
  Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang dalam melaksanakan fungsinya memiliki berbagai faktor penghambat. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang adalah sebagai berikut :

4.4.2.1. Keterbatasan Dana
 Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang terkendala dengan terbatasnya dana yang diberikan oleh Pemerintah Nagari melalui Dana Alokasi Umum Nagari (DAUN). Sebagai akibatnya, untuk kegiatan operasional dan administrasi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak disesuaikan dengan dana yang tersedia.
 Menurut Wali Nagari Lubuak Basuang pada saat wawancara dengan penulis mengakui keterbatasan dana tersebut berkaitan erat dengan terbatasnya kemampuan keuangan Pemerintah Nagari, yang kemudian memberlakukan skala prioritas dalam penggunaannya. Sementara itu, untuk penyelenggaraan Pemerintahan Nagari masih mengandalkan pada Dana Alokasi Umum Nagari, disamping tambahan dari pendapatan nagari lainnya seperti; hasil kekayaan nagari, hasil usaha nagari, retribusi, pendapatan administrasi dan lain-lain.
 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang mengatakan bahwa sejak Majelis Musyawarah Adat dan Syarak berdiri ada alokasi dana yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten melalui Dana Alokasi Umum Nagari sebesar Rp. 500.000,- / tahun.
 Menurut hasil wawancara dengan Sekretaris Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang, mengakui dengan alokasi dana sebesar Rp. 500.000,- / tahun tersebut sangat minim sekali untuk mendukung kegiatan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak, sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut ditanggulangi sementara oleh pengurus Majelis Musyawarah Adat dan Syarak. Adapun anggaran dana yang telah dikeluarkan untuk kegiatan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang pada tahun 2003 lalu dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut.








TABEL 4.13. JENIS PENGELUARAN MAJELIS MUSYAWARAH ADAT DAN SYARAK PADA TAHUN 2003
NO JENIS PENGELUARAN PENGELUARAN (Rupiah)
1. Pembelian ATK 150.000
2. Fotokopi 45.500
3. Konsumsi ( 8 x Rapat) 680.000
4. Dan Lain-lain 100.000
Total Pengeluaran 975.500
Sumber : Hasil Penelitian, 2004

 Berdasarkan Tabel di atas, bahwa pada tahun 2003 lalu Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang mengalami devisit dalam anggaran. 

4.4.2.2. Partisipasi Masyarakat
Pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak ini tentunya akan terbantu dengan adanya masukan-masukan atau penyampaian permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat Nagari. Namun di Nagari Lubuak Basuang partisipasi masyarakat kurang dalam membantu tugas Majelis Musyawarah Adat dan Syarak.
 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang, mengatakan bahwa kurangnya peran serta aktif dalam membantu tugas dan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dikarenakan mereka mempunyai kesibukan sendiri dalam pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Melihat kenyataan bahwa masyarakat Nagari Lubuak Basuang yang setiap harinya disibukkan oleh tugas pekerjaan, apalagi selain jarak yang dekat dengan Ibukota Kecamatan, Nagari Lubuak Basuang juga tidak berada jauh dari Ibukota kabupaten berkisar sekitar tiga kilometer, sudah barang tentu dituntut oleh pekerjaannya.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat pada saat penulis wawancarai, mengatakan bahwa penyebab lain kurangnya partisipasi dari masyarakat juga disebabkan karena belum semuanya dari masyarakat yang mengetahui keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari. Hal ini dikarenakan pada saat sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, lembaga Majelis Musyawarah Adat dan Syarak ini belum ada, sehingga banyak dari masyarakat yang belum mengetahui apa tugas dan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak itu sendiri.  
 Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Participation yang memiliki arti ambil bagian atau keikutsertaan. Menurut Taliziduhu Ndraha dalam Mubyarto (1978 : 102) yang dimaksud dengan partisipasi adalah : “Kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap rencana atau program sesuai kemampuan setiap orang, tidak berarti mengorbankan diri sendiri”.
 Menurut Santoso Sastro Poetro (1988:40), pengertian dari partisipasi adalah ”Keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama”.
 Sedangkan masyarakat menurut A.S. Hormby dalam Ibnu Syamsi (1987 : 59) adalah :
a. Kehidupan bersama antara dua orang atau lebih.
b. Bergaul dalam waktu yang cukup lama, dengan suatu sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang sifatnya mengatur.
c. Orang yang berdiam pada suatu tempat, wilayah, atau negara yang merupakan suatu kebulatan.
d. Sekelompok orang yang mempunyai agama, pekerjaan, ras, atau suku yang mempunyai kepentingan sama.

Pengertian masyarakat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, keterkaitan diantara mereka merupakan persamaan kepentingan, oleh karena itu merupakan satu kesatuan.
BAB V
PENUTUP


 Berdasarkan hasil uraian dan analisis tentang peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Nagari Lubuak Basuang Kabupaten Agam, dapat dibuat kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut :

5.1. Kesimpulan
 Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil uraian dan analisis tentang peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Nagari Lubuak Basuang, adalah sebagai berikut :
1) Majelis Musyawarah Adat dan Syarak merupakan organisasi informal dalam pemerintahan Nagari, yang membantu dalam penyelenggaraan pemerintahan di Nagari. Keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang sebagai badan pertimbangan bagi lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga masyarakat Nagari lainnya. Keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang terdiri dari unsur Ninik Mamak (empat orang), Cadiak Pandai (tujuh orang), Alim Ulama (dua orang), Generasi Muda (dua orang) dan Bundo Kanduang (dua orang). Untuk unsur dari Ninik Mamak belum mewakili tujuh Penghulu Pucuak dari masing-masing suku yang ada di Nagari Lubuak Basuang, sehingga ada sebagian dari Penghulu Pucuak dari ketujuh suku yang tidak duduk di Majelis Musyawarah Adat dan Syarak Nagari Lubuak Basuang. Kelima unsur diatas dianggap sebagai pemimpin informal dalam masyarakat. Namun demikian, masih banyak dari masyarakat yang belum mengetahui keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak ini, disebabkan karena kurangnya sosialisasi tentang keberadaannya. 
2) Pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam mendukung penyelenggaraan Pemerintahan di Nagari Lubuak Basuang telah berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya, walaupun dalam setiap rapat tidak dihadiri oleh semua anggotanya. Pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak ini dapat dilihat dari hasil musyawarah anggotanya dalam memberi pertimbangan kepada Pemerintahan Nagari. Adapun peranan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak ini yang pertama yaitu memberi pertimbangan berupa perumusan peraturan nagari. Peran yang kedua dalam usaha pelestarian adat dan syarak, serta memberikan pertimbangan dalam membantu Pemerintahan Nagari terhadap persoalan Nagari.
3) Faktor-faktor pendukung pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Nagari Lubuak Basuang yaitu tingkat pendidikan anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak yang tinggi, baik dari segi pendidikan formal maupun informal. Faktor pendukung lainnya adalah dari segi budaya masyarakat, dimana sampai saat ini masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di Nagari, contohnya budaya musyawarah dalam menyelesaikan persoalan dan masih tingginya penghargaan masyarakat kepada Tungku Tigo Sajarangan. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang yaitu dari segi keterbatasan dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten melalui Dana Alokasi Umum Nagari (DAUN). Faktor penghambat lainnya yaitu dari segi partisipasi masyarakat, dimana peran serta aktif masyarakat Nagari Lubuak Basuang kurang dalam membantu tugas Majelis Musyawarah Adat dan Syarak. Hal ini disebabkan belum adanya sosialisasi langsung tentang keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang.

5.2. Saran
 Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan untuk meningkatkan pelaksanaan fungsi Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Nagari Lubuak Basuang adalah sebagai berikut :
1) Perlunya sosialisasi langsung kepada masyarakat terhadap keberadaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak di Nagari Lubuak Basuang, sehingga kedudukan dan pelaksanaan fungsi lembaga ini akan lebih maksimal dan mempunyai arti bagi masyarakat nagari. Selain itu, sebaiknya keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dari unsur Ninik Mamak ditambah sesuai dengan jumlah Penghulu Pucuak yang ada di Nagari Lubuak Basuang, yaitu sebanyak tujuh orang, sehingga setiap suku terwakili. Agar jumlah keanggotaannya sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 pasal 98 (2), Pemerintah Nagari dapat mengusulkan kepada Bupati tentang perubahan komposisi keanggotaan Majelis Musyawarah Adat dan Syarak dengan mengurangi dari unsur yang lain, baik itu dari Cadiak Pandai, Alim Ulama, Bundo Kanduang maupun Generasi Muda.
2) Agar anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak lebih berperan aktif dalam setiap tugas dan fungsinya, sehingga pertimbangan yang diberikan kepada pemerintahan nagari benar-benar hasil musyawarah keseluruhan anggota Majelis Musyawarah Adat dan Syarak atas dasar mufakat.
3) Agar masyarakat Nagari Lubuak Basuang harus dapat mempertahankan nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang positif. Disisi lain, masyarakat harus lebih peduli dan meningkatkan partisipasinya dalam membantu Majelis Musyawarah Adat dan Syarak maupun pemerintah nagari pada penyelenggaraan pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 



DAFTAR PUSTAKA


A. Buku-Buku
Anwar, Chairul, 1997, Hukum Adat Indonesia (Meninjau Hukum Adat Minangkabau), Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.
Badudu dan Zain, 1994, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Datuak Rajo Penghulu, I.H., 1997, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. 
Hasbi, Mohammad, 1990, Intervensi Negara terhadap Komunitas Nagari di Minangkabau, dalam Nagari, Desa dan Pembangunan Pedesaan di Sumatera Barat, Yayasan Genta Budaya Sumatera Barat, Padang.
Kartono, Kartini, 1998, Pemimpin Dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Manan, Imran, 1995, Birokrasi Modern dan Otoritas Tradisional di Minangkabau (Nagari dan Desa di Minangkabau), Yayasan Pengkajian Kebudayaan Minang, Padang.
Moleong, Lexy, J, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nasution, 1998, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. 
Nazir, Moh, 1998, Metode Penelitian, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 1992, Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa, Bumi Aksara, Jakarta.
Poerwadarminta, 1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sugiyono, 1998, Metode Penelitian Administrasi, CV. Alfa Beta, Bandung.
Soedarsono, 1994, Teori Peran, Konsep Devirasi dan Implikasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Widjaja, A.W., 1996, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 (sebuah tinjauan), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Yakub, Nurdin, 1995, Hukum Kekerabatan Minangkabau, CV. Pustaka Indonesia, Bukittinggi.
Yandri, Efi, 2003, Nagari Dalam Perspektif Sejarah, Lentera 21, Padang.
  , 2000, Prospek Nagari sebagai Pemerintahan Desa Masa Depan di Sumatera Barat, A&E Press, Padang
  , 2001, Memang Seharusnya Kembali ke Pemerintahan Nagari, A&E Press, Padang.

B. Perundang-Undangan
Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983 Tentang Nagari Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari.
Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Pemerintahan Nagari.
Surat Keputusan Bupati Agam Nomor 470 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan Keanggotaan Majelis Musyawarah Adat Dan Syarak Nagari Lubuak Basuang Periode 2002 Sampai Dengan 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkreasi lah......