Rabu, 17 Juni 2009

E:\PERAN PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

BAB I
PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagaimana telah diamanatkan secara jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditujukan untuk menata Sistem Pemerintahan Daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaannya dilakukan dengan memberikan “keleluasaan kepada daerah” untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam rangka melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut, telah ditetapkan undang-undang tentang Pemerintahan daerah, yang dalam perjalanannya telah mengalami beberapa kali perubahan.
Dalam perkembangan selanjutnya, guna mengantisipasi berbagai tuntutan perubahan terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, sekaligus mengantisipasi berbagai tuntutan perubahan global, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, telah dikeluarkan Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dalam perkembangannya sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggaanti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Untuk melengkapi undang-undang ini, telah dikeluarkan pula Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang saat ini telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Salah satu ciri yang melekat pada Sistem Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah “adanya keinginan yang kuat dari segenap komponen bangsa” untuk mewujudkan suatu sistem otonomi Daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Esensi pokok yang terkandung di dalamnya adalah upaya pengembangan “demokratisasi dalam sistem Pemerintahan Daerah”, sekaligus upaya untuk memberdayakan seluruh komponen dan potensi yang ada dan dimiliki oleh masing-masing daerah.
  Bila ditilik esensi pokok sistem Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, lahirnya Undang-Undang ini merupakan upaya untuk menata kembali hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, sesuai tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 juga telah memberikan keleluasaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam kerangka pikir itulah peranan dan fungsi DPRD dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat dipahami.
 Lembaga perwakilan pada umumnya mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu : pertama, fungsi legislasi; kedua, fungsi anggaran; ketiga, fungsi pengawasan. Pada satu sisi, dalam melaksanakan fungsinya lembaga perwakilan selalu mempunyai keterkaitan dengan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya, khususnya dengan Pemerintah. Pada sisi lain, lembaga perwakilan rakyat juga harus mempunyai hubungan yang erat dengan rakyat yang diwakilinya.
 Penerapan otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan tentunya harus dibarengi dengan proses pengawasan. Fungsi Pengawasan yang dilakukan DPRD merupakan penilaian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan daerah yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Operasionalisasi fungsi pengawasan dilakukan secara berbeda dengan lembaga pengawas fungsional. Manan (2001:201), menyatakan; “Konsep kontrol DPRD adalah sebagai fungsi sekaligus hak, sehingga lazim disebut kontrol atau hak kontrol. Kontrol mengandung dimensi pengawasan, pengendalian serta pertanggungjawaban (accountability). Pengawasan bertalian dengan pembatasan. Pengendalian bertalian dengan arahan (directional Supervision)”
 Lebih lanjut dikatakan bahwa “Pelaksanaan kontrol” mencakup berbagai fungsi seperti : Perizinan, pemeriksaan, pertanyaan tidak keberatan, meminta keterangan, mengajukan pertanyaan, melakukan tindakan terhadap penyimpangan (pelanggaran) baik dalam bentuk penundaan(schorsing), pembatalan, penghukuman dan lain-lain (Manan, 2001:201)  
  Bertolak pada apa yang telah dipaparkan tersebut diatas, secara normatif DPRD sebagai lembaga legislatif Daerah dengan kedudukan, dan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 diharapkan mampu berkiprah lebih besar dalam rangka menata kembali kehidupan nasional kita yang telah mengalami distorsi selama ini, sebagai akibat kuatnya pengendalian oleh Pemerintah Pusat, sehingga akan terwujud kehidupan masyarakat yang demokratis, makmur dan berkeadilan.
 Demikian pula halnya terhadap penyelenggaraan peranan DPRD Kabupaten Pangkep dalam hal ini di bidang Pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perlu dilaksanakan secara optimal. Sehingga apa yang diinginkan oleh masyarakat dalam rangka terwujudnya penyelenggaaraaan pemerintahan Good Governance di era Otonomi daerah dapat diwujudkan
Atas Dasar uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ PERAN PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN PANGKEP.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah
  Memperhatikan uraian di atas, masalah-masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Belum optimalnya pengawasan langsung DPRD Kabupaten Pangkep terhadap pelaksanaan APBD di Kabupaten pangkep.
2) Belum optimalnya pengawasan tidak langsung DPRD Kabupaten Pangkep terhadap pelaksanaan APBD di Kabupaten pangkep.
3) Belum optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD Kabupaten Pangkep terhadap pelaksanaan APBD Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.


1.2.2. Pembatasan Masalah
Untuk mempersempit ruang lingkup masalah, perlu adanya pembatasaan masalah. Pada penelitian ini penulis membatasi masalah pada peranan pengawasan DPRD dalam hal pelakasanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pangkep 



1.2.3. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1) Bagaimanakah proses pengawasan DPRD Kabupaten Pangkep terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupaten Pangkep?
2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peran pengawasan DPRD Kabupaten Pangkep terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pangkep?
3) Upaya-upaya apa saja yang dilakukan DPRD Kabupaten Pangkep dalam mengatasi faktor-faktor penghambat yang ada, khususnya dalam peran pengawasan terhadap pelaksanaan APBD Kabupaten Pangkep.


1. 3. Tujuan dan Kegunaan
1.3.1. Tujuan
Tujuan penelitian laporan Akhir ini adalah:
1) Untuk mengetahui proses peran pengawasan DPRD Kabupaten Pangkep terhadap pelaksanaan APBD
2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang turut mempengaruhi proses pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD Kabupaten Pangkep.
3) Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan DPRD Kabupaten Pangkep dalam mengatasi faktor-faktor penghambat pelaksanaaan peran pengawasan terhadap pelaksanaa APBD Kabupaten Pangkep.


1.3.2. Kegunaan
1.3.2.1. Kegunaan Teoritis
 Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmiah yang berguna bagi perbendaharaan Ilmu Pemerintahan serta memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu Pengetahuan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.







1.3.2.2. Kegunaan Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada Anggota DPRD Kabupaten Pangkep tentang proses dan implementasi peranan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD 

2) Bagi penulis sendiri dapat menambah pengetahuan untuk bekal dalam bekerja, serta sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
 






























BAB II
PENDEKATAN MASALAH




2.1. Tinjauan Secara Teoritis
2.1.1. Peranan


  Peranan merupakan suatu bagian dari status yang terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial yang berinteraksi dengan kedudukan dan sebaliknya tidak ada kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana dikemukakan pengertian kata peranan (role) adalah “merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan”,(Soekanto,1990:268).
Gross, Mason dan Mc Eachern mendefenisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu ( Berry,2003;107). Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma social dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma didalam masyarakat, maksudnya : kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh “masyarakat”di dalam pekerjaan kita, didalam keluarga dan didalam peranan-peranan lainnya.
”Pentingnya peranan karena mengatur perilaku seseorang dan juga bahwa peranan penyebaran seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan orang lain, dengan demikian orang yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dan sebagai suatu proses, jadi tepatnya adalah seseorang yang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan perannya”, (soekanto,1990:268)
Mengenai cara pelaksanaan peranan pemerintah. Awaloedin dalam buku Tjokromidjojo (1991:18) mengklasifikasikan sebagai berikut:)
a. Fungsi pengaturan, dalam hal ini dapat disubklasifikasikan sebagai berikut; penentuan kebijaksanaan, pemberian pengarahan dan bimbingan, pengaturan melalui perizinan, pengawasan. Produk dari fungsi ini adalah peraturan-peraturan.
b. Pemilikan sendiri dari suatu usaha-usaha tertentu yang penyelenggaraannya dapat dilakukan sendiri oleh swasta
c. Penyelenggaraan sendiri dari berbagai kegiatan-kegiatan tertentu.


 Peranan sangat penting bagi setiap individu karena mengandung arti sebagai suatu bagian dari tugas utama yang harus dilakukan terhadap terjadinya suatu hal atau peristiwa dengan memperhatikan pada norma dan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.


2.1.2. Pengawasan
 Sebelum menjelaskan pengertian pengawasan lebih jauh, agar tidak terjadi kekacauan istilah (Semantic confusion) perlu diketahui pengertian dari istilah-istilah lain yang berkaitan dengan istilah “pengawasan”, yaitu antara lain :
a. Pemeriksaan adalah suatu pengamatan (penelitian) yang pada umumnya dilakukan dari dekat dan secara mendetail dengan mengadakan pemeriksaan secara sadar atau tidak telah, membandingkan antara yang seharusnya ‘dan’ yang dilaksanakan’, atau juga antara ‘kriterium’ dan ‘kondisi’ atau juga (dengan kata asing) antara ‘soll’ dan ‘ist’.
b. Pengawasan adalah suatu pengamatan yang pada umumnya dilakukan secara menyeluruh yang dilakukan, secara sadar dengan membandingkan antara ‘yang seharusnya’ dan ‘yang dilaksanakan’.
c. Pengendalian berhubungan erat dengan pengawasan dan pemeriksaan; pengendalian mengandung hak dan wewenang untuk melakukan tindakan ‘turun tangan’. Pengendalian adalah suatu tindakan prngaturan dan pengarahan pelaksanaan dengann maksud agar suatu tujuan tertentu dapat dicapai secara efktif dan efisien.
d. Sering kata-kata ‘pemeriksaan’ dan ‘pengawasan’ dianggap berarti sama atau hampir sama (merupakan sinonim atau hamper sinonim) sehingga sering dikemukakan :
Pengawasan intern : Pemeriksaan intern
  Lembaga pengawas : Lembaga pemeriksa
  Penataran Tenaga Pengawas : Penataran tenaga pemeriksa dsb.
e. Mengenai ‘pengawasan’ perlu dibedakan antara :
i. Pengawasan secara murni , tanpa unsur turun tangan, misalnya :
 Para penonton mengawasi kedatangan pesawat terbang dari jauh
 Para hadirin pada pesta pernikahan mengawasi kedatangan kedua mempelai.
 Para suporter sepak bola masing-masing keseblasan mengawasi pertandingan final itu.
  ii. Pengawasan yang juga mengandung unsur pengendalian (mengandung unsur turun tangan), misalnya :
 Mandor mengawasi pekerja
 Polisi mengawasi lalu lintas
 Polisi Pamong Praja mengawasi para pedagang kaki lima 


2.1.2.1. Pengertian Pengawasan 
Pengertian pengawasan menurut Syamsi (1998:108) yang menyatakan : “Pengawasan adalah fungsi manajemen yang mengusahakan agar pekerjaan kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi pedoman, patokan, peraturan atau hasil yang telah ditetapkan sebelumnya” . Kemudian Henri Fayol. George R. Terry, Sujamto, dan H Ibrahim Lubis dalam Chobib (1999:110) menjelaskan pengertian pengawasan sebagai berikut : 
Henry Fayol mengatakan bahwa “ Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dengan instruksi yang telah diberikan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan”. George R. Terry menyatakan bahwa” Pengawasan adalah proses untuk mendeterminasi apa yang dilaksanakan, mengevaluasi pelaksanaan dan bagaimanan perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif, hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana”.
Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Sebagai bagian dari aktivitas dan tanggung jawab pimpinan, sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektifitas, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Robert N Anthoni dkk (1987 : 12-13) mengemukakan proses pengawasan dalam manajemen meliputi tiga tahap yaitu Perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan, (executing) dan evaluasi tindakan (evaluation). Tahap-tahap ini dapat terjadi sebelum, selama atau setelah suatu tindakan atau kejadian. 





2. 1. 2. 2. Tujuan, fungsi dan Tugas Pengawasan
Dari beberapa pengertian tentang pengawasan diatas, bahwa tujuan pengawasan adalah untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang obyek yang diawasi, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Jika tidak sesuai dengan yang semstinya, yaitu standar yang berlaku bagi pekerjaan yang bersangkutan, disebut menyimpang atau terjadi penyimpangan. Hal ini sejalan dengan tujuan pengawasan yang dikemukakan oleh Fayol dalam Chobib (1999:110) “Pengawasan bertujuan untuk menunjukkan (menemukuan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud untuk memperbaikinya, serta mencegah terulangnya kembali.

Handayaningrat (1988:44) menyebutkan fungsi dan tugas pengawasan adalah : 
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah agar tidak terjadi penyimpangan, kelalaian dan kelemahan sehingga tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.
4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan.
 
 Pendapat di atas menggambarkan bahwa pengawasan merupakan fungsi yang mutlak dari administrasi dan manajemen, karena apabila fungsi ini tidak dilaksanakan maka pada akhirnya cepat atau lambat akan mengakibatkan matinya suatu organisasi.





2.1. 2. 3. Syarat-syarat dan ciri (sifat) Pengawasan
Agar pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien perlu adanya sistem yang baik dari pengawasan itu. Sistem yang baik ini memerlukan syarat antara lain sebagai berikut :
a. Harus memperhatikan dan disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi.
b. Harus mampu menjamin adanya tindakan perbaikan (check, report, corrective action).
c. Harus bersifat fleksibel.
d. Harus memperhatikan faktor-faktor dan tat organisasi dalam mana pengawasan itu dilakukan.
e. Harus ekonomis dalam hubungan dengan biaya.
f. Harus memperhatikan pula prasyarat sebelum pengawasan itu dimulai, yaitu :
- Harus ada rencana yang jelas.
- Pola/tatanan organisasi yang jelas (jelas tugas dan kewenangan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan) (chobib, 1999:111).
 Agar Fungsi pengawasan mendatangkan hasil yang diinginkan maka ciri dan sifat pengawasan harus diterapkan dalam kehidupan organisasi. Siagian(1985 : 28) mengemukakan bahwa ciri (sifat) pengawasan adalah : 
1. Pengawasan harus bersifat “ Fact Finding” dalam arti bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan harus menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas dijalankan dalam organisasi.
2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti bahwa pengawasan itu dijalankan untuk mencegah timbulnya penyimpangan dan penyelewengan dari rencana yang telah ditentukan.
3. Pengawasan diarahkan pada masa sekarang yang berarti bahwa pengawasan hanya dapat ditujukan terhadap kegiatan yang kini sedang dilaksanakan.
4. Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi, pengawasaan tidak boleh dipandang sebagai tujuan.
5. Karena pengawasan hanyalah sekedar alat administrasi, maka pelaksanaan pengawasan harus mempermudah pencapaian tujuan.



2.1. 2. 4. Macam-macam Pengawasan 
 Upaya peningkatan pelaksanaan pengawasan telah dilakukan oleh pemerintah bersama dengan peningkatan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena pelaksanaan pengawasan di dalam administrasi atau manajemen Negara/Pemerintah sangat luas, maka perlu dibedakan macam-macam pengawasan. Pada dasarnya pengawasan dapat dibedakan berdasarkan subyek yang melakukan pengawasan, cara pelaksanaannya dan waktu pelaksanaan. 
 Berdasarkan subyek yang melakukan pengawasan, Nawawi (1989 : 24), mengemukakan lima macam yang termasuk dalam pengawasan ini, yakni :
1. Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparatur yang ditugaskan melaksanakan pengawasan seperti ; BPKP, Irjen Departemen, Bawasda Provinsi dan Bawasda Kabupaten.
2. Pengawasan Legislatif/ Politik yang dilaksanakan oleh DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten.
3. Pengawasan yang dilakukan oleh BPK sebagai Pengawasan Eksternal Eksekutif.
4. Pengawasan Masyarakat/ Sosial yang dilakukan oleh Mass Media, Organisasi Kemasyarakatan, individu dan anggota masyarakat pada umumnya.
5. Pengawasan Melekat yakni pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung terhadap bawahan. 
 Berdasarkan waktu pelaksanaan, LAN RI (1994:147-148) membedakan pengawasan dalam 3 macam, yaitu :
1. Sebelum Kegiatan
 Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai, antara lain dengan mengadakan pemeriksaan dan persetujuan rencana kerja dan rencana anggarannya, penetapan petunjuk operasional (PO). Pengawasan ini merupakan pengawasan Preventif.
2. Selama Kegiatan
 Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan masih berlangsung, Pengawasan bersifat represif terhadap yang sudah terjadi dan sekaligus bersifat preventif untuk mencegah berkembangnya atau terulangnya kesalahan pada tahap-tahap selanjutnya.
3. Sesudah kegiatan
 Pengawasan yang dilakukan sesudah pekerjaan selesai dilaksanakan, dengan membandingkan antara rencana dan hasil, pemeriksaan apakah semuanya dengan kebijaksanaan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tujuan pengawasan ini ialah untuk mengoreksi atas kesalahan-kesalahan yang telah terjadi; jadi bersifat represif.
Selain macam pengawasan tersebut di atas, Victor M. Situmorang dan Jusuf Juhir (1994 : 29) mengklasifikasi pengawasan dilihat dari bidang pengawasannya, yaitu :
1. Pengawasan anggaran pendapatan (budgetary control)
2. Pengawasan biaya (cost control)
3. Pengawasan barang inventaris (inventory control)
4. Pengawasan produksi (production control)
5. Pengawasan Jumlah hasil kerja (quality control)
6. Pengawasan pemeliharaan (maintenance control)
7. Pengawasan kualitas hasil kerja (quantity control)
Pelaksanaan pengawasan terutama dalam suatu organisasi yang besar, maka seorang Top Manager/ Pimpinan tidak mungkin selalu dapat melaksanakan pengawasan secara langsung, karena banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang pemimpin. Oleh karena itu sering pula harus melaksanakan pengawasan yang bersifat tidak langsung, akan tetapi pengawasan tidak langsung juga mempunyai berbagai kelemahan-kelemahan diantaranya adalah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan kata lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan.


2. 1. 2. 5. Metode Pengawasan
 Pelaksanaan pengawasan dapat berlangsung dengan baik bila didukung dengan metode yang tepat dalam arti baik dan benar. Metode atau cara pelaksanaan yang dapat dipergunakan dalam melakukan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian yang efektif dapat dipergunakan dengan cara antara lain :
1. Metode pengawasan tidak langsung yakni pengawasan yang dilakukan dengan mempelajari laporan atau disebut juga sebagai pengawasan jarak jauh.
2. Metode pengawasan langsung yaitu pengawasan yang dilakukan dengan mendatangi organisasi atau unit kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa berbagai informasi dari data yang diperoleh melalui wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan. (Nawawi, 1989 : 66).


2. 1. 2. 6. Proses Pengawasan

Proses pengawasan (controlling process) adalah serangkaian tindakan dalam melaksanakan pengawasan. Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial.
Menurut George R. Terry dalam chobib (1999:113), proses pengawasan meliputi :

a. Penentuan ukuran yang baku (standar).
b. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan.
c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjdi.
d. Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan tadi sesuai dengan apa yang direncanakan.



2. 1. 2. 7. Standar Pengawasan

Dalam melaksanakan pengawasan, tentu diperlukan adanya standar yang menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan pengawasan. Standar adalah ukuran yang ditetapkan atas dasar mana akibat yang terjadi dapat di nilai. Standar atau tolak ukur merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau pekerjaan yang diawasi berjalan sesuai dengan semestinya atau tidak. Atau dengan kata lain sebagai alat pembanding di dalam pengawasan.  
Wujud dari standar pengawasan tersebut adalah :
1. Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki, dan factor waktu penyelesaian pekerjaan.
2. Ketentuaan serta kebijakan yang berlaku ; mencakup ketentuan tentang kerja, ketentuan tentang prosedur kerja, segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pekerjaan, segala kebijakan resmi yang berlaku dan lain-lain.
3. Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan. (chobib, 1999:115)  
Secara keseluruhan standar pengawasan dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
1. Standar fisik ( Non-Moneter )
Standar fisik biasanya digunakan pada tingkat operasi yang sebenarnya dari perusahaan dimana bahan-bahan dipergunakan, tenaga buruh yang didayagunakan, jasa-jasa diberikan, dan barang-barang diproduksi.Standar ini bisa bersifat kuantitatif, misal; jam kerja buruh per menit produk, per/ton lalu lintas barang yang diangkut, unit produksi per jam kerja mesin, dan sebagainya. Juga dapat bersifat kualitatif, misal; keawetan suatu bahan, ketahanan suatu pewarna kain, dan sebagainya.
2. Standar Moneter
- Standar biaya, meliputi dasar-dasar untuk mengukur yang mencerminkan pengeluaran uang, guna merealisasi suatu program atau suatu unsur dari sebuah program.
- Satndar modal, yaitu suatu kelompok standar yang terpisah karena lebih berhubungan dengan modal yang diinvestasikan dalam perusahaan daripada biaya operasi.
- Standar pendapatan (revenue standar), timbul dari penerapan nilai uang pada penjualan.
3. Standar abstrak
Pengukuran standar abstrak yang meliputi efektivitas dan efisiensi suatu pekerjaan, sangat sulit dilaksanakan terlebih lagi pengukuran antara yang baik dan tidak baik dengan ukuran moralitas manusia. (Chobib,1999:114-115). 


2. 1. 2. 8. Norma Pengawasan
 Kata ‘norma’ berasal dari Bahasa Belanda yang diberi arti sebagai; aturan, ukuran, nilai (atas perilaku). Norma pengawasan adalah patokan, kaidah, atau ukuran yang ditetapkan oleh fihak yang berwenang yang harus di ikuti dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan agar dapat di capai mutu pengawasan yang dikehendaki.
Dalam KepMendagri No. 116 Tahun 1981 tentang Pedoman Pengawasan Umum di lingkungan Depdagri, disebutkan bahwa Norma Umum pengawasan meliputi:
a. Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan, yaitu tidak mengutamakan mencari siapa yang salah tetapi apabila di temukan kesalahan, penyimpangan, dan hambatan supaya di laporkan sebab-sebab terjadinya dan bagaimana cara mengatasinya serta menemukan bagaimana memperbaikinya.
b. Pengawasan merupakan proses yang berlanjut, yaitu dilaksanakan terus menerus, sehingga dapat memperoleh hasil pengawsan yang berkesinambungan.
c. Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pengambilan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan yang ditemukan dan untuk mencegah berlanjutnya kesalahan dan atau penyimpangan.
d. Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat menimbulkan kegairahan untuk memperbaiki, mengurangi atau meniadakan penyimpangan disamping menjadi pendorong dan perangsang untuk menerbitkan serta menyempurnakan kondisi obyek pengawaan.
Mekanisme Pengawasan politik yang dilakukan oleh DPRD mengacu pada standar yang dibuat secara normatif berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,DPD, DPRD secara implisit telah mengamanatkan pelaksanaan fungsi pengawasan yang semestinya dilaksanakan oleh dewan berdasarkan hak-hak yang melekat pada diri dewan.
Pengawasan dewan dibidang politik bersifat preventif dan bersifat represif. Pengawasan preventif berarti pengawasan yang dilakukan sebelum terdapat kesalahan. Maksud diadakannya pengawasan preventif untuk mencegah terjadinya kekeliruan dan kesalahan dalam pelaksanaan. Pengawasan preventif dapat dilakukan dengan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem, prosedur, hubungan dan tata kerjanya.
b. Membuat pedoman sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
c. Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.
Sedangkan pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah adanya suatu penyimpangan. Maksud dari pengawasan ini adalah untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.


2.2. Tinjauan Secara Normatif
2.2.1. Kedudukan, Fungsi, serta Hak dan Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 40 disebutkan bahwa DPRD merupakan lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kemudian pada Pasal 41 disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
 Fungsi legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD Kabupaten/Kota untuk membentuk peraturan daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.
 Fungsi anggaran adalah fungsi DPRD Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Pemerintah Daerah untuk menyusun dan menetapkan APBD yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota.
 Fungsi Pengawasan adalah fungsi DPRD Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Bupati/Walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 
 Pada pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai Hak dan Kewajiban DPRD yakni sebagai berikut :
  Adapun hak yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten/Kota sesuai dengan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah:
a. Interpelasi
b. Angket ; dan
c. Menyatakan Pendapat 
Pada Pasal 44 ayat (1) di sebutkan bahwa anggota DPRD mempunyai hak :
a. Mengajukan Rancangan Perda;
b. Mengajukan pertanyaan; 
c. Menyampaikan usul dan pendapat ;
d. Memilih dan dipilih
e. Membela diri ;
f. Imunitas ;
g. Protokoler ;
h. Keuangan dan administratif.

Pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa anggota DPRD mempunyai Kewajiban :
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan ;
b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ;
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;
d. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah ;
e. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat ;
f. Mandahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
g. Memberikan Pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya.
h. Menaati Peraturan Tata Tertib, kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD ;
i. Menjaga Norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. 





2.2.2. Tugas dan Wewenang Anggota DPRD


  Pada Pasal 42 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ayat (1) disebutkan bahwa :
a. Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama ;
b. Membahas dan Menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah ;
c. Melaksanakaan Pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan Pemerintah Daerah, dan kerjasama internasional di daerah ;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/kota.
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah.
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
g. Memberikan persetujan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah ;
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah daerah ;
i. Membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah ;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah ;
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. 

Pada pasal 43 peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 79 tahun 2005 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada bagian kedua pengawasan peraturan daerah dan peraturan Kepala Daerah disebutkan bahwa :
“Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan Pemerintahan Daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

BAB III
METODE PENELITIAN




3.1. Desain Penelitian


Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematis dalam waktu yang lama menggunakan metode ilmiah dan aturan-aturan yang berlaku. Penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan kebenaran secara ilmiah, harus didasari dengan metode yang benar dan tepat. Metode penelitian yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan penelitian serta kondisi dari objek dan tempat penelitian. Desain penelitian harus sesuai dengan metode dipilih.
Metode penelitian adalah semua proses kegiatan yang diperlukan oleh peneliti dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian. Penelitian merupakan proses mencari kebenaran secara sistematis dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan aturan yang berlaku.  
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan induktif. Penelitian deskriptif menurut Nazir (1999 : 63) yaitu sebagai berikut ;
Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Pengertian di atas sejalan dengan Nawawi (1995 : 63) yang memberikan defenisi Metode Deskriptif yaitu :
Sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan keadaan subjek, objek, penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Penelitian deskriptif tidak menguji hipotesis, melainkan hanya membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual atau akurat mengenai suatu fakta, sifat serta fenomena yang diteliti.
Pendekatan Induktif menurut Proespoprodjo dan Gilarso (1989 : 15) adalah : “Pendekatan induktif adalah proses pemikiran yang ada di dalamnya akal kita dari pengetahuan tentang kejadian atau peristiwa yang khusus menyimpulkan pengetahuan yang lebih umum”.
Sedangkan menurut Asyari (1998 : 28) pendekatan induktif adalah: “Cara agar manusia dalam memecahkan suatu problemetika mulai dengan mencari fakta-fakta yang nyata dan murni dari pengalaman masyarakat”. Dan fakta-fakta itulah ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Pada penelitian ini penulis berusaha memaparkan secara khusus keadaan sebenarnya yang ada di lapangan, yaitu mengenai peran pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD Kabupaten Pangkep.


3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi

  Pengertian populasi menurut Sugiono (2003:90) “adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu, yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
 Sedangkan pengertian populasi menurut Arikunto (2002:108) “adalah keseluruhan subyek penelitian”. Pada hakekatnya populasi adalah keseluruhan individu yang menjadi sumber pengambilan sampel, yang merupakan suatu obyek dan sekaligus menjadi lokasi yang dijadikan kegiatan penelitian.
 Dengan menetapkan populasi, dimaksud agar penelitian dapat mengukur sesuatu sesuai dengan masalahnya. Dalam hal ini yang dijadikan populasi adalah seluruh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Pangkep yang berjumlah 30 orang.


3.2.2. Sampel

  Sampel menurut Sugiono (2003:91) “adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sedangkan menurut Arikunto (2002:109) “sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. “Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan ciri dan sifat yang dikehendaki oleh populasi”.
 Teknik sampling yang dipilih dalam penelitian ini adalah teknik sampling Jenuh, yang artinya teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. (Sugiono 2003:96). Teknik ini biasanya dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang dimaksudkan agar dalam penelitian ini membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. 
Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :
1. Pimpinan DPRD : 3 Orang
2. Ketua Fraksi : 3 Orang
3. Ketua/Anggota Komisi A : 7 Orang
4. Ketua/anggota Komisi B : 4 Orang
5. Ketua/Anggota Komisi C : 6 Orang
6. Ketua/Anggota Komisi D : 7 Orang
  Jumlah Keseluruhan : 3O Orang




3.3. Variabel Penelitian
 Istilah “variabel” merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian. F. N. Kerlinger dalam buku Arikunto (1997:97) menyebut variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesabaran.
 Sutrisno Hadi dalam buku Arikunto(1997:97) mendefenisikan variabel sebagai gejala yang berfariasi misalnya jenis kelamin mempunyai variasi : laki-laki – perempuan; berat badan, karena ada berat 40 Kg, 50 Kg dan sebagainya. “Gejala adalah obyek penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi”.
 Variabel dapat dibedakan atas kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel kuantitatif misalnya luas kota, umur, banyaknya jam dalam sehari dan sebagainya. Contoh variabel kualitatif misalnya kemakmuran, kapandaian.
 Pada penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel yaknii Peranan Pengawasan DPRD  


TABEL 3.1
VARIABEL PENELITIAN
Variabel Sub Variabel Indikator Pertanyaan item Permasalahan

Peran Pengawasan DPRD 


 
1. Pengawasan Langsung












2. Pengawasan Tidak Langsung












3. Faktor yang Mempengaruhi Peran Pengawasan DPRD 
1. Kunjungan kerja





2. Rapat Kerja






1. Dengar Pendapat





2. Laporan evaluasi Tahunan Pemerintah Kabupaten Pangkep 


Kedudukan, tugas, dan fungsi DPRD 





 
Proses dan intensitas kunjungan kerja anggota DPRD Kabupaten Pangkep dalam rangka peran pengawasan Terhadap pelaksanaan APBD

Proses dan intensitas rapat kerja anggota DPRD Kabupaten Pangkep dalam rangka peran pengawasan Terhadap pelaksanaan APBD.
 
Proses dan intensitas Dengar Pendapat anggota DPRD Kabupaten Pangkep dalam rangka peran pengawasan Terhadap pelaksanaan APBD.

Tndak lanjut Penyampaian Laporan evaluasi Tahunan Pemerintah Kabupaten Pangkep dalam rangka peran pengawasan DPRD Terhadap pelaksanaan APBD 

Sejauh mana kedudukan, tugas dan fungsi yang dimiliki oleh DPRD dalam melaksanakan peran pengawasan terhadap pelaksanaan APBD Kabupaten Pangkep



3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 
3.4.1. Sumber Data 
 Arikunto (1998: 114) berpendapat bahwa yang dimaksud sumber data penelitian adalah “subjek dari mana data dapat diperoleh, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya maka sumber data tersebut disebut responden yaitu orang yang merespon peneliti baik pertanyaan tertulis maupun lisan.

Sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dengan nara sumber atau responden yang berkompeten/bertanggung jawab terhadap masalah yang sedang diteliti.

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperolah dari dokumen, laporan-laporan serta materi lainnya yang ada relevansinya dengan masalah penelitian.


3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan data penelitian dengan mengadakan kontak langsung atau dialog antara peneliti dengan subyek atau responden penelitian. Menurut Nazir (1998:234), pengertian wawancara adalah : “Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).”
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara berstruktur, yaitu metode wawancara yang disusun secara terperinci, memuat garis-garis besarnya saja yang akan ditanyakan secara langsung.
Wawancara bermanfaat untuk melengkapi data yang diperoleh melalui pengamatan karena hasil pengamatan tidak mengungkapakan hal-hal yang dirasakan orang lain. Jadi wawancara dapat diperoleh keterangan yang lebih dalam. Hasil wawancara juga berguna untuk menguji data dari hasil pengamatan yang diperoleh.

b. Kuesioner.
  Nazir (2002:203) mengatakan kuesioner adalah alat untuk mengumpulkan data yang terdiri atas daftar pertanyaan yang terperinci dan lengkap atau sebuah set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian dan tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis. Pada penelitian ini, penulis menggunakan kuesioner tertutup

c. Dokumentasi
Arikunto (2002:206) mengatakan “metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.” 
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen atau catatan-catatan resmi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data yang dikumpulkan dengan teknik ini merupakan data sekunder, baik berupa laporan maupun berupa gambar.

c. Observasi
Observasi menurut Kerlinger dalam Suharsimi Arikunto (2002 197) adalah suatu istilah umum yang mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya, dan mencatatnya. Sedangkan metode observasi menurut Suharsimi Arikunto (2002: 197) adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar. Sedangkan menurut Kamanto Sunarto (2000 : 249), Pengamatan (Observation) merupakan suatu metode penelitian nonsurvai diamana peneliti mengamati secara langsung perilaku seseorang atau sekelompok orang atau sekelompok orang dalam kurun waktu relatif lama, seseorang peneliti memperoleh banyak kesempatan untuk mengumpulkan data yang bersifat mendalam dan rinci.


3.5. Teknik Analisa Data
 Nazir (1998:419) memberikan penjelasan “Analisis merupakan bagian yang sangat penting di dalam metode ilmiah, dengan analisis data dapat dicari arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah-masalah penelitian.” 
Tekhnik analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Menyeleksi data 
Langkah ini adalah untuk mendapatkan data dan keterangan yang diperlukan untuk diolah dan diproses.
2. Klasifikasi data
Tahap ini dilakukan agar data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dapat dikelompokkan sesuai dengan keperluan untuk mempermudah dalam menganalisis, sehingga dapat mencerminkan tujuan dan permasalahan yang telah ditentukan.
3. Display data
Untuk mengambil kesimpulan yang tepat maka penulis perlu memahami berbagai matriks, tabel, dan sejenisnya sehingga data dapat dikuasai terutama yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
4. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
Data dan fakta yang telah dikumpulkan diambil intinya menjadi kesimpulan yang bersifat tentative dan kabur akan menjadi jelas sejalan dengan bertambahnya data, jadi kesimpulan senantiasa di verifikasi selama penelitian berlangsung.


3.5. Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1. Tempat Penelitian
Penulis mengambil tempat penelitian di Kantor/gedung Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan.


3.5.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 9 Januari 2006 sampai dengan tanggal 9 Februari 2006.

















TABEL 3.2
JADWAL PENELITIAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR TAHUN AKADEMIK 2005/2006
No Kegiatan Waktu Penelitian
  2005 2006
  Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1 Pengajuan
Judul  
2 Penyusunan dan pengajuan rancangan penelitian  
3 Penelitian dan pengumpulan data  
4 Pengolahan data  
5 Penyusunan laporan akhir  
6 Ujian Komperhensip  
Sumber : Kalender Akademik STPDN/IPDN tahun 2005-2006.













DAFTAR PUSTAKA




A. Buku-buku

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Budiarjo, Meriam, 1986, Dasar-Dasar Ilmu Politik, P.T Gramedia, Jakarta

Budiarjo, Meriam, dan Ambong, Ibrahim, 1995, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamdi, Muchlis, 2001 “Peranan dan Kapabbilitas Lembaga Legislatif Pada Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Otonomi”, 

Malllarangeng, Andi, Otonomi Daerah Perspektif Teoritis dan Praktis, Bigraf Publishing, Yogyakarta.

Kaho, Riwo Yosef, 1992, Prospek Otonomi Daerah di Negara Repubik Indonesia, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta

Kastil, CST dan Christin S.T. Kansil, 2002, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Nazir, Moh, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Rasyid, Ryas, dkk, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Jakarta

Sujamto, 1989, Norma dan Etika Pengawasan, Sinar Grafika, Jakarta

-----------, 1996, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Salindeho, John, 1995, Pengawasan Melekat, Bumi Akisara, Jakarta 

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, CV. Alfabeta, Bandung

Wasistiono, Sadu, dkk, 2001 Etika Hubungan Legislatif-Eksekutif Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, Alqa Print, Jatinangor 

--------------------------------, 2001, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus Media, Bandung.



A. Makalah/Diktat.

Djaenuri, Aries, 1996, Beberapa Catatan Tentang Pengawasan, Institut Ilmu Pemerintahan, Jakarta

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar 1945

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Keprotokleran dan Kedudukan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD 

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD

Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah  

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Penetapan Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkreasi lah......